Terakhir kali hubungan Amerika-Pakistan dingin adalah pada awal 1990an setelah pasukan Uni Soviet, ketika itu, menarik diri dari Afghanistan dan Amerika tidak lagi membutuhkan dukungan Pakistan dan intelijen di kawasan itu.
Pasca penarikan mundur pasukan Amerika dari Afghanistan pertengahan Agustus lalu setelah dua dekade perang mahal yang memaksa kerja sama dengan banyak negara, Washington dan Islamabad tampak kembali menjauhkan diri satu sama lain dalam masalah-masalah besar.
Michael Kugelman di Wilson Center mengatakan pada VOA, “Afghanistan telah sejak lama menjadi cermin bagi Washington untuk memandang hubungannya dengan Islamabad.”
Bagi Pakistan, negara berpenduduk sekitar 225 juta orang yang memiliki senjata nuklir, memiliki hubungan dekat dengan kekuatan global sangat penting untuk menjaga keseimbangan dengan musuh bebuyutannya, India, setidaknya secara militer; dan sekaligus meredakan masalah ekonomi di dalam negeri.
Menurut Kedutaan Besar Amerika di Pakistan, sejak awal perang di Afghanistan hingga akhir 2021, Amerika telah memberikan lebih dari 32,5 miliar dolar bantuan militer dan non-militer pada Pakistan.
Namun dengan penangguhan bantuan militer Amerika pada 2018 dan pengurangan bantuan non-militer hingga 300 juta dolar pada 2022, membuat pihak berwenang Pakistan meminta bantuan ke negara-negara lain.
Akhir bulan lalu ketika pasukan Rusia mulai menginvasi Ukraina, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan melawat ke Kremlin guna mengupayakan hubungan lebih dekat dan bantuan ekonomi. Khan mengatakan Pakistan akan terus mengimpor gandum dan gas dari Rusia meskipun ada berbagai sanksi internasional.
Awal Maret , dari 193 negara anggota PBB, 141 di antaranya memilih untuk mengutuk agresi Rusia ke Ukraina. Namun, secara mencolok Pakistan tidak ada dalam daftar negara itu.
Khan telah menentang seruan internasional agar Pakistan mengutuk invasi Rusia, dengan mengatakan “apa pendapat Anda tentang kami? Apakah kami budak Anda... bahwa apapun yang Anda katakan, kami akan lakukan?”
Senjata China
Menurut data base yang disusun oleh Stockholm International Peace Reserach Institute, Pakistan telah menghabiskan lebih dari 750 juta dolar untuk mengimpor senjata dari China tahun lalu.
Angkatan Udara Pakistan minggu lalu menampilkan batch pertama pesawat jet tempur J-10C buatan China. Meskipun Islamabad belum mengatakan berapa banyak pesawat yang diperoleh dalam kesepakatan itu, dalam beberapa laporan berita sebelumnya para pejabat Pakistan menyebut hingga 25 pesawat jet tempur.
Tentara Pakistan telah sejak lama menjadi klien bagi pasar senjata China, tetapi negara itu juga membeli berbagai peralatan dari Amerika.
Pada 2010, saat puncak keterlibatan militer Amerika di Afghanistan, Pakistan mengimpor senjata bernilai lebih dari satu miliar dolar dari Amerika, termasuk beberapa pesawat jet tempur F-16.
Pada 2021, tidak ada penjualan senjata Amerika ke Pakistan.
Pakistan dan China, sekutu sejak lama di kawasan itu, baru-baru ini memperluas hubungan perdagangan, investasi dan ekonomi.
Dalam upacara pembukaan Olimpiade Beijing bulan Februari lalu – yang diboikot Amerika secara diplomatik – Perdana Menteri Imran Khan berada di Beijing untuk menandatangani sejumlah perjanjian kerja sama di berbagai bidang, termasuk antariksa, digitalisasi, bantuan teknis dan kebudayaan.
Keprihatinan Soal Terorisme
Pihak berwenang Pakistan telah menuduh pemerintah Amerika bersikap oportunis, dan bahkan kadangkala kasar dengan Pakistan.
“Setiap kali Amerika membutuhkan kami, mereka menjalin hubungan dan Pakistan menjadi negara di garis depan; dan kemudian meninggalkan dan menjatuhkan sanksi terhadap kami,” ujar Khan sebagaimana dikutip media-media Pakistan pada 11 Februari.
Namun, di Amerika, pemerintah Pakistan juga dipandang tidak jujur, terutama dalam menangani militansi Islam dan terorisme di wilayah tersebut.
“Selama bertahun-tahun Pakistan benar-benar bermuka dua,” ujar anggota Kongres Amerika, Scott Perry, kepada VOA; seraya menambahkan negara itu adalah sarang banyak kelompok teroris.
Perrry minggu lalu memperkenalkan RUU yang menyerukan penunjukkan Pakistan sebagai negara sponsor terorisme.
Terlalu dini untuk mengatakan apakah RUU itu akan disahkan, tetapi ketika ditanya mengapa ia memperkenalkan RUU itu sekarang – tujuh bulan setelah Amerika keluar dari Afghanistan – Perry menjawab tentang hubungan Pakistan dan Rusia. “Ketika kami mencoba membuat dunia bersatu melawan Rusia, Pakistan memilih tidak memberikan suara di PBB dan mereka melobi Rusia untuk membangun saluran pipa antara Rusia dan Pakistan,” ujarnya.
Terlepas dari pernyataan-pernyataan yang menghasut di Pakistan dan Amerika, kedua negara tampaknya tidak ingin memburuknya hubungan ini akan bersifat permanen, ujar Kugelman di Wilson Center. “Salah jika mengira aliansi Pakistan yang semakin dalam dengan Tiongkok dan kemitraan yang berkembang dengan saingan Amerika lainnya menandakan berakhirnya hubungan Amerika-Pakistan. Masih ada keinginan di Islamabad untuk tetap menjalin beberapa kemitraan,” tambahnya. [em/lt]