Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso,Rita Rogayah, mengatakan kepada wartawan jumlah pasien penyakit difteri terus bertambah. Hingga Senin (18/12), pasien yang dicurigai terkena difteri di RSPI Sulianti Saroso berjumlah 90 orang. Mereka, kata Rita, masih menjalani perawatan di ruang isolasi. Sebanyak 65 diantaranya anak-anak.
Sejak 9 Desember lalu, tambah Rita, rata-rata pasien difteri yang masuk ke RSPI Sulianti Saroso 7 hingga 10 pasien per hari. Berdasarkan komunikasi dengan keluarga pasien anak, kata Rita, 10 pasien yang terindikasi difteri berstatus telah mendapat imunisasi lengkap. Sedangkan 43 lainnya tidak mendapat imunisasi lengkap, dua anak lainnya tak mendapat imunisasi dan sisanya 5 orang tidak diketahui status imunisasinya.
“Karena imunisasi itu kan ada jadwalnya.Apakah jadwal itu dilakukan dengan tepat?. Mungkin dia bilang sudah melakukan imunisasi lengkap, tetapi interval imunisasinya cocok tidak dengan apa yang sudah ditetapkan dokternya. Kemudian yang kedua yang penting juga statusgizi anaknya. Kalau dia imunisasi lengkap tetapi gizinya tidak baik, mungkin ini juga bisa mempengaruhi,” kata Rita menjelaskan.
Difteri dinyatakan sebagai penyakit luar biasa di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Banten, Jawa Barat dan beberapa wilayah lainnya.
Penyakit ini menyebabkan kematian karena bakteri menyumbat saluran pernafasan, menimbulkan komplikasi miokarditis atau radang pada dinding jantung bagian tengah, dan berakhir dengan gagal ginjal serta gagal sirkulasi.
Rita Rogayah meminta Kementerian Kesehatan untuk menambah rumah sakit rujukan untuk penyakit difteri ini, mengingat jumlah pasien difteri terus bertambah.
Untuk mencegah makin mewabahnya penyakit ini, pemerintah meminta masyarakat untuk melakukan imunisasi ulang bagi anak berusia 0-19 tahun yang dilakukan serentak sejak 11 Desember lalu.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengatakan meningkatnya kasus difteri karena banyaknya orangtua yang menolak anaknya diimunisasi difteri, tetanus dan DPT.
Menurut Menteri Nila, alasan penolakan orang tua ini adalah mereka takut anaknya demam setelahdi imunisasi atau terkena penyakit lainnya. Padahal, kata Nila,tanpa imunisasi justru membuat anak mudah terkena penyakit termasuk difteri karena penyebaran difteri terjadi karena batuk dan bersin dari orang-orang yang terkena penyakit yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae itu .
“Mari kita lihat dengan perhitungan yang baik sekali. Kalau yang anti vaksin, yang terkena dirinya sendiri, kalau sampai meninggal tentu urusan dia. Tetapi kalau ini anak atau keluarga, itu menyebarkan, menularkan pada orang lain,” kata Nila menjelaskan.
Catatan Kementerian Kesehatan kasus difteri tidak ditemukan lagi pada 1990 dan kembali muncul 2009. Pada 2013, kasus difteri juga sudah tidak ada lagi dan kembali muncul dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun ini.