Lima orang tewas dan sedikitnya 15 orang ditangkap setelah pasukan keamanan Myanmar yang berada di dalam mobil menabrak demonstran anti-kudeta pada Minggu (5/12) pagi di Yangon, sebagaimana dilaporkan portal media lokal Myanmar Now.
Saksi mata di tempat kejadian mengatakan pada Reuters, puluhan orang luka-luka. Foto dan video di media sosial menunjukkan kendaraan yang menabrak pada pengunjukrasa dan mayat-mayat yang tergeletak di jalan.
Insiden itu tidak menyurutkan demonstrasi lain yang diadakan di Yangon pada Minggu sore.
Demonstrasi anti-militer terus berlanjut meskipun lebih dari 1.300 orang tewas sejak kudeta 1 Februari lalu.
Demonstrasi yang tersebar di beberapa wilayah seringkali merupakan kelompok-kelompok kecil yang menyuarakan tentangan terhadap penggulingan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dan kembalinya kekuasaan militer.
Pemerintah oposisi bayangan mengatakan sangat sedih melihat demonstran yang menyampaikan aspirasi secara damai tewas dalam berbagai insiden. “Kami akan menanggapi militer teroris yang secara brutal dan tidak manusiawi membunuh para demonstran yang damai dan tidak bersenjata,” ujar Kementerian Pertahanan Pemerintah Persatuan Nasional dalam sebuah pernyataan di media sosial setelah serangan pada Minggu (5/12).
Dalam insiden itu protes “flash mob” di Yangon – kota terbesar di Myanmar – dihadang beberapa menit setelah dimulai, kata beberapa saksi mata. “Saya tertabrak kendaraan itu dan jatuh di depan truk. Seorang tentara memukuli saya dengan senapannya, saya membela diri dan mendorongnya ke belakang. Ia langsung menembak saya karena saya melarikan diri dengan pola zig-zag. Untuk saya lolos,” ujar seorang demonstran kepada Reuters melalui telpon. Ia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Seorang juru bicara pemerintah junta militer yang berkuasa tidak menjawab telpon untuk dimintai pendapat.
Militer telah mengatakan demonstran yang tewas adalah penghasut kekerasan. Dikatakan mereka melakukan kudeta karena pemilu November 2020 yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi telah melakukan kecurangan.
Komisi Pemilihan Umum Myanmar telah menyangkal pernyataan ini.
Perang dengan kelompok-kelompok pemberontak etnis minoritas di daerah perbatasan yang terpencil di bagian utara dan timur telah meningkat secara signifikan sejak kudeta 1 Februari, memaksa puluhan ribu warga mengungsi.
Aung San Suu Kyi yang berusia 76 tahun menghadapi belasan kasus, termasuk menghasut dan melanggar protokol COVID-19. Hingga saat ini Suu Kyi telah menyangkal semua tuduhan yang disampaikan junta militer itu. [em/jm]