Tautan-tautan Akses

PBB: 11 Juta Mengungsi, Perlu ‘Tindakan Tegas’ Hentikan Perang di Sudan


Kamp pengungsi Kumer dekat Maganan, Ethiopia yang menampung para pengungsi yang menghindari kekerasan perang saudara di Sudan (foto: dok).
Kamp pengungsi Kumer dekat Maganan, Ethiopia yang menampung para pengungsi yang menghindari kekerasan perang saudara di Sudan (foto: dok).

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin (28/10) menyerukan “tindakan tegas” untuk mengakhiri perang saudara selama 18 bulan terakhir di Sudan, di mana jutaan orang menghadapi kelaparan dan terpaksa mengungsi dari rumah mereka.

“Kami telah secara konsisten meminta kedua pihak untuk mengakhiri pertempuran dan bernegosiasi,” katanya dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Sudan. “Akan tetapi, bukannya menurunkan ketegangan, mereka justru meningkatkan aksi militer.”

Kedua pihak yang berperang dipimpin oleh dua jenderal yang saling bermusuhan, yaitu panglima Pasukan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Force/SAF) Abdel Fattah al Burhan, dan panglima Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Force/RSF) Mohamed Hamdan Dagalo. Kedua mantan sekutu itu telah memorakporandakan Sudan untuk memperebutkan kekuasaan.

Guterres mengatakan, “penderitaan semakin besar dari hari ke hari,” sambil menyerukan dihentikannya permusuhan, perlindungan warga sipil, peningkatan bantuan kemanusiaan, dan segera diakhirinya arus senjata dan amunisi ke kedua pihak.

Dia juga mengungkapkan kekhawatirannya akan situasi ibu kota Darfur Utara, El Fasher, di mana pertempuran meningkat sejak pertengahan April di antara SAF, yang berusaha mempertahankan kota itu, dan RSF, yang siap merebutnya. El Fasher adalah satu-satunya ibu kota di wilayah Darfur yang belum jatuh ke tangan kelompok paramiliter RSF.

“Saya merasa ngeri dengan serangan berkelanjutan Pasukan Dukungan Cepat terhadap warga sipil di El Fasher dan daerah sekelilingnya, yang mencakup lokasi pengungsian yang telah dipastkan dilanda kelaparan,” kata Guterres.

PBB dan pihak lainnya khawatir pertempuran berskala penuh untuk memperebutkan El Fasher, yang menampung sekitar 1,5 juta penduduk sipil, dapat memicu kekejaman yang mirip dengan genosida yang dilakukan petempur Arab Janjaweed terhadap kelompok Afrika Zaghawa, Masalit, Fur dan kelompok etnis non-Arab lain di Darfur pada awal 2000-an. Sebagian anggota RSF saat ini adalah para petempur Janjaweed.

Dari 20 sampai 25 Oktober, RSF telah melancarkan serangan besar-besaran di desa-desa di sisi timur negara bagian Al Jazriah. Kelompok paramiliter itu dilaporkan telah membunuh lebih dari 120 warga sipil, melakukan penembakan tanpa pandang bulu, serta memerkosa perempuan dewasa dan anak-anak, menjarah pasar dan rumah, juga membakar lahan pertanian. PBB mengatakan, hampir 47.000 orang mengungsi dari daerah itu dalam satu pekan terakhir.

“Saya juga ngeri dengan laporan serangan terhadap warga sipil yang dilakukan pasukan-pasukan yang terafiliasi dengan Pasukan Bersenjata Sudan di Khartoum, serta dengan terus berjatuhannya korban sipil secara massal akibat serangan udara yang tampaknya dilakukan tanpa pandang bulu di daerah-daerah berpenduduk,” kata Guterres, yang menambahkan bahwa semua pelaku tindak kejahatan berat harus dimintai pertanggungjawaban.

Menanggapi seruan beberapa pihak agar pasukan netral ditugaskan melindungi warga sipil di lapangan, Guterres mengatakan bahwa kondisi saat ini tidak menjamin keberhasilan pengerahan pasukan perdamaian PBB

Sebelas juta orang mengungsi akibat peperangan yang terjadi, sementara separuh penduduk Sudan, sekitar 25 juta orang, kesulitan menghadapi krisis kerawanan pangan. Kelaparan telah dipastikan terjadi sejak Agustus lalu di wilayah Darfur. Sedikitnya 14 wilayah lainnya di Sudan dinilai berisiko menghadapi kelaparan dalam beberapa bulan ke depan, sementara penyakit, termasuk kolera, merebak di masyarakat. [rd/ns]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG