PBB memperingatkan bahwa kegagalan untuk meloloskan rancangan undang-undang keluarga berencana yang kontroversial di Filipina akan menghambat kemajuan dalam mencapai sasaran pembangunan.
Rancangan undang-undang (RUU) itu akan mewajibkan pemerintah menyediakan kontrasepsi secara gratis di negara yang lebih dari 80 persen warganya Katolik dan memiliki tingkat kematian ibu yang paling tinggi di Asia Tenggara. RUU itu mendapat tentangan keras Gereja Katolik yang sangat berpengaruh di negara itu.
Meski demikian, Ugochi Daniels, perwakilan Dana Kependudukan PBB (UNPFA) di Filipina, mengatakan, ia masih tetap optimis bahwa sekutu-sekutu Presiden Benigno Aquino yang mendominasi DPR bisa menggalang dukungan untuk meloloskan RUU itu, Selasa mendatang, setelah 14 tahun sering diperdebatkan.
PBB, dalam pernyataan terpisah, mengatakan, Filipina tidak mungkin mencapai sasaran pembangunan mileniumnya dalam hal penurunan kematian ibu hingga 75 persen dan penyediaan akses menyeluruh ke kesehatan reproduksi menjelang tahun 2015.
Badan PBB itu mengatakan, mereka telah mengkaji secara luas undang-undang yang diusulkan itu. Menurut UNPFA, jika disetujui, undang-undang itu dapat memperbaiki secara signifikan kualitas hidup dan kesehatan di negara yang sepertiga penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari satu dolar per hari.
Badan itu juga mengatakan, meningkatnya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan akan meningkatkan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan dan menimbulkan ledakan penduduk di kawasan-kawasan miskin perkotaan.
Rancangan undang-undang (RUU) itu akan mewajibkan pemerintah menyediakan kontrasepsi secara gratis di negara yang lebih dari 80 persen warganya Katolik dan memiliki tingkat kematian ibu yang paling tinggi di Asia Tenggara. RUU itu mendapat tentangan keras Gereja Katolik yang sangat berpengaruh di negara itu.
Meski demikian, Ugochi Daniels, perwakilan Dana Kependudukan PBB (UNPFA) di Filipina, mengatakan, ia masih tetap optimis bahwa sekutu-sekutu Presiden Benigno Aquino yang mendominasi DPR bisa menggalang dukungan untuk meloloskan RUU itu, Selasa mendatang, setelah 14 tahun sering diperdebatkan.
PBB, dalam pernyataan terpisah, mengatakan, Filipina tidak mungkin mencapai sasaran pembangunan mileniumnya dalam hal penurunan kematian ibu hingga 75 persen dan penyediaan akses menyeluruh ke kesehatan reproduksi menjelang tahun 2015.
Badan PBB itu mengatakan, mereka telah mengkaji secara luas undang-undang yang diusulkan itu. Menurut UNPFA, jika disetujui, undang-undang itu dapat memperbaiki secara signifikan kualitas hidup dan kesehatan di negara yang sepertiga penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari satu dolar per hari.
Badan itu juga mengatakan, meningkatnya jumlah kehamilan yang tidak diinginkan akan meningkatkan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan dan menimbulkan ledakan penduduk di kawasan-kawasan miskin perkotaan.