BANGKOK —
Laporan bersama yang diluncurkan oleh divisi PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Bank Pembangunan Asia mengatakan Asia Pasifik adalah kawasan yang paling rawan bencana di dunia. Pada tahun 2012 saja, di Asia Selatan dan Asia Timur, terjadi gempa bumi, badai dan bencana alam lainnya yang merugikan 65 juta orang dan menyebabkan kerugian sebesar $ 15 miliar.
Angka ini turun dari tahun 2011 ketika wilayah tersebut mencatat kerugian $300 miliar yang sebagian besar disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami Jepang serta banjir di Thailand. Para ekonom memperingatkan bencana itu bisa merupakan ancaman serius bagi perekonomian di kawasan itu.
Debby Sapir adalah direktur Pusat untuk Riset dan Epidemiologi Bencana yang bermarkas di Brussels. “Asia merupakan kawasan yang sangat rawan bencana dan mengalami peningkatan bencana yang sangat tinggi dari waktu ke waktu sejak tahun 1950. Apa yang terjadi di Asia dalam 10 tahun terakhir juga sangat penting. Sekitar 90 persen dari seluruh penduduk dunia yang terkena dampak berada di Asia dan hampir semua kematian, kerugian ekonomi dan lainnya, jumlahnya cenderung tinggi di Asia,” kata Debby Sapir.
Di Filipina, jumlah korban terbaru dari topan Bopha - bencana alam ke-17 yang menimpa negara itu tahun ini - telah merenggut lebih dari 600 jiwa dan lebih dari 300.000 orang mengungsi.
Jerry Velasquez, kepala divisi PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana Asia Pasifik, mengatakan meskipun penduduk di Filipina dan wilayah seperti Bangladesh telah lebih mampu mempersiapkan diri untuk mengurangi dampak bencana, kerugian ekonomi terus meningkat.
“Kerugian ekonomi terus membubung tinggi. Jika kita melihat secara keseluruhan, kerugian ekonomi itu terutama didorong oleh meningkatnya aktivitas manusia dan ekonomi di wilayah-wilayah rawan banjir dan badai,” papar Velasquez.
Velasquez mengatakan jumlah orang yang tinggal di wilayah rawan banjir di Asia naik lebih dari dua kali lipat, dalam 40 tahun terakhir, menjadi sekitar 60 juta orang. Sekitar 120 juta orang tinggal di daerah rawan badai.
Dengan semakin makmurnya negara-negara di Asia, dampak ekonomi badai juga meningkat. Sekarang, dengan banyaknya pabrik dan perusahaan bisnis di daerah rawan banjir atau dekat garis pantai yang rentan terhadap naiknya permukaan air laut, ada kekhawatiran bahwa bencana alam seperti itu bisa memiliki dampak besar pada pertumbuhan ekonomi negara-negara itu.
Laporan itu mengatakan pemerintah perlu berinvestasi lebih banyak untuk mengurangi risiko bencana dan menjadikan Bangladesh sebagai model. Dikatakan, Bangladesh menggunakan $10 miliar dalam tiga dekade terakhir untuk membangun sistem peringatan dini dan meningkatkan kesiapan penduduknya dengan lebih baik sehingga secara dramatis mengurangi kematian akibat bencana badai yang parah.
Angka ini turun dari tahun 2011 ketika wilayah tersebut mencatat kerugian $300 miliar yang sebagian besar disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami Jepang serta banjir di Thailand. Para ekonom memperingatkan bencana itu bisa merupakan ancaman serius bagi perekonomian di kawasan itu.
Debby Sapir adalah direktur Pusat untuk Riset dan Epidemiologi Bencana yang bermarkas di Brussels. “Asia merupakan kawasan yang sangat rawan bencana dan mengalami peningkatan bencana yang sangat tinggi dari waktu ke waktu sejak tahun 1950. Apa yang terjadi di Asia dalam 10 tahun terakhir juga sangat penting. Sekitar 90 persen dari seluruh penduduk dunia yang terkena dampak berada di Asia dan hampir semua kematian, kerugian ekonomi dan lainnya, jumlahnya cenderung tinggi di Asia,” kata Debby Sapir.
Di Filipina, jumlah korban terbaru dari topan Bopha - bencana alam ke-17 yang menimpa negara itu tahun ini - telah merenggut lebih dari 600 jiwa dan lebih dari 300.000 orang mengungsi.
Jerry Velasquez, kepala divisi PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana Asia Pasifik, mengatakan meskipun penduduk di Filipina dan wilayah seperti Bangladesh telah lebih mampu mempersiapkan diri untuk mengurangi dampak bencana, kerugian ekonomi terus meningkat.
“Kerugian ekonomi terus membubung tinggi. Jika kita melihat secara keseluruhan, kerugian ekonomi itu terutama didorong oleh meningkatnya aktivitas manusia dan ekonomi di wilayah-wilayah rawan banjir dan badai,” papar Velasquez.
Velasquez mengatakan jumlah orang yang tinggal di wilayah rawan banjir di Asia naik lebih dari dua kali lipat, dalam 40 tahun terakhir, menjadi sekitar 60 juta orang. Sekitar 120 juta orang tinggal di daerah rawan badai.
Dengan semakin makmurnya negara-negara di Asia, dampak ekonomi badai juga meningkat. Sekarang, dengan banyaknya pabrik dan perusahaan bisnis di daerah rawan banjir atau dekat garis pantai yang rentan terhadap naiknya permukaan air laut, ada kekhawatiran bahwa bencana alam seperti itu bisa memiliki dampak besar pada pertumbuhan ekonomi negara-negara itu.
Laporan itu mengatakan pemerintah perlu berinvestasi lebih banyak untuk mengurangi risiko bencana dan menjadikan Bangladesh sebagai model. Dikatakan, Bangladesh menggunakan $10 miliar dalam tiga dekade terakhir untuk membangun sistem peringatan dini dan meningkatkan kesiapan penduduknya dengan lebih baik sehingga secara dramatis mengurangi kematian akibat bencana badai yang parah.