Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat tokoh pahlawan super Wonder Woman sebagai duta kehormatan untuk melawan ketidaksetaraan gender, di tengah kecaman bahwa karakter fiksi komik berpakaian minim sebagai pilihan yang tidak tepat.
Para pejabat PBB dalam upacara hari Jumat (21/10) untuk meresmikan penunjukan tersebut mengatakan Wonder Woman dikenal atas komitmennya terhadap keadilan, perdamaian dan kesetaraan.
"Wonder Woman adalah sebuah ikon," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PBB Cristina Gallach. "Kami sangat senang karakter ini akan membantu kami menjangkau audiens baru dengan pesan-pesan penting mengenai pemberdayaan dan persamaan."
Para pejabat PBB mengatakan mereka berharap pemilihan pahlawan buku komik dan karakter film ini dapat menarik perempuan-perempuan muda dalam kampanye untuk pemberdayaan perempuan, dengan slogan kampanye: "Think of all the wonders we can do (Bayangkan semua keajaiban yang dapat kita hasilkan)."
Wonder Woman, seorang pahlawan DC Comics Inc., pertama kali muncul tahun 1942, melawan para penjahat, menyelamatkan korban dan menggagalkan rencana-rencana jahat.
"Rasanya tidak ada peran yang lebih sempurna untuknya," ujar Carter, yang mengatakan bahwa karakter tersebut menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi "pintar dan cantik dan kuat dan bijaksana dan baik hati serta pemberani."
Namun pilihan itu telah mendapat penolakan, dengan hampir 1.000 orang menandatangani petisi daring yang meminta Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk mempertimbangkan pilihan tersebut.
"Meskipun para penciptanya mungkin berniat menjadikan Wonder Woman perwakilan 'pejuang' perempuan yang kuat dan independen dengan pesan feminis, kenyataannya, penekanan pada karakter tersebut adalah dada besar, perempuan kulit putih dengan proporsi yang mustahil, berpakaian minim dan seksi yang melekat di tubuh dengan paha tak tertutup," tulis petisi tersebut.
Beberapa puluh pegawai PBB, seorang diantaranya memegang plakat bertuliskan "Perempuan berhak mendapatkan duta yang nyata," melakukan protes hening di lobi pengunjung PBB ketika upacara itu berlangsung.
"Mengapa kita memilih karakter kartun yang diseksualisasi?" ujar pegawai bernama Elizabeth Leff. [hd]