Kementerian Kesehatan Masyarakat Taliban mengunggah data terbarunya di X, sebelumnya Twitter, dengan mengatakan bahwa sekitar 2.400 orang terluka sejak Sabtu (7/10), ketika gempa pertama berkekuatan 6,3 magnitudo mengguncang beberapa distrik di Provinsi Herat, Afghanistan barat, yang berbatasan dengan Iran.
Salah seorang juru bicara UNICEF mengatakan kepada VOA pada hari Kamis bahwa “lebih dari 90% korban yang dilaporkan tewas” adalah perempuan dan anak-anak, sementara “jumlah korban masih terus berubah.” PBB mencatat terdapat sekitar 1.300 korban tewas dan 1.700 korban luka per hari Kamis. VOA menghubungi pejabat PBB untuk meminta klarifikasi atas perbedaan data yang muncul, namun tidak segera menerima tanggapan.
Gempa susulan berulang kali mengguncang wilayah bencana sebelum gempa lain berkekuatan 6,3 magnitudo kembali terjadi pada hari Rabu (11/10), yang disusul oleh tiga gempa susulan yang cukup besar.
Laporan situasi terbaru dari PBB mengatakan bahwa gempa pada hari Rabu dan gempa susulan setelahnya melukai setidaknya 140 orang di sejumlah desa di Distrik Injil, Gulran dan Kushki Robat-Sangi, Herat.
“Desa Chahak di Distrik Injil dengan 1.250 penduduk telah luluh lantak, demikian pula lima desa lainnya yang bertetangga,” bunyi laporan itu. Pejabat pemerintah provinsi melaporkan sedikitnya satu korban jiwa dan lebih dari 150 korban luka akibat gempa terakhir.
Siddig Ibrahim, petugas lapangan UNICEF untuk Afghanistan barat, mengatakan kepada VOA awal pekan ini bahwa ketika gempa pertama melanda, orang-orang menduga itu adalah sebuah ledakan dan berlarian ke rumah mereka untuk berlindung.
“Sayangnya, gempa berlanjut dan rumah-rumah mulai ambruk,” kata Ibrahim. “Perempuan dan anak-anak seringkali berada di rumah, menjaga rumah dan merawat anak, sehingga ketika bangunan roboh, mereka yang paling berisiko terdampak.”
UNICEF mengajukan permohonan baru bagi Afghanistan hari Rabu (11/10), meminta dana awal sebesar $20 juta untuk menanggapi gempa yang terjadi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kerusakan yang terjadi pada 21 fasilitas kesehatan di 10 distrik, di mana separuhnya disebabkan oleh gempa pada 11 Oktober. Sejauh ini, WHO dan badan lainnya telah memberikan layanan kesehatan kepada lebih dari 5.600 orang di sejumlah distrik yang terdampak parah, terutama di Zindajan, yang dekat dengan pusat gempa hari Sabtu. Rumah sakit-rumah sakit Afghanistan, yang sudah sangat kekurangan perlengkapan dan dana, dengan cepat kewalahan menangani pasien. Menyediakan tempat berlindung bagi korban gempa dalam skala besar akan menjadi tantangan bagi pemerintah Taliban.
“Wilayah itu dilanda suhu dingin dan sulit bagi keluarga yang terdampak untuk bertahan di luar rumah pada malam hari,” kata Menteri Kesehatan Masyarakat Taliban Qalandar Ebad kepada wartawan hari Rabu.
“Mereka bisa tinggal di tenda-tenda selama sebulan, tapi lebih dari itu mungkin akan sangat sulit,” katanya.
Pemerintah Taliban telah menyediakan obat-obatan, peralatan, makanan, air minum, tenda dan kebutuhan lain bagi para korban, namun mereka masih membutuhkan bantuan lebih lanjut, kata Ebad. Ia memuji organisasi-organisasi bantuan internasional yang mendukung pemerintahnya dalam memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan para korban gempa. Juru Bicara Utama Taliban, Zahibullah Mujahid, mengatakan bahwa beberapa negara juga telah mengirimkan berbagai barang keperluan dan bantuan kepada keluarga-keluarga yang mengungsi di Herat. [uh/ab/rd/ka]
Forum