Beberapa pejabat Amerika hari Rabu (21/6) mengatakan kepada anggota-anggota Kongres bahwa tidak ada keraguan Rusia melakukan campur tangan luas dalam pemilu presiden Amerika tahun lalu, guna membantu Donald Trump memenangkan jabatan di Gedung Putih; tetapi mereka menambahkan tidak ada bukti bahwa Rusia mampu mengubah penghitungan suara.
Di hadapan sidang dengar pendapat Komite Intelijen DPR, mantan Menteri Keamanan Dalam Negeri Jeh Johnson mengatakan tingkat peretasan Rusia terhadap arsip pemilu di markas Partai Demokrat di Washington DC dan upaya menyusup ke catatan pemilihan negara jauh lebih signifikan dibanding upaya Rusia mempengaruhi pemilu-pemilu Amerika pada masa lalu.
“Pada tahun 2016 pemerintah Rusia – atas perintah langsung Vladimir Putin – mengatur serangan dunia maya terhadap negara kita untuk mempengaruhi pemilu, itu jelas,” ujar Johnson yang memperingatkan bahwa serangan dunia maya terhadap pemilu Amerika akan semakin memburuk tahun-tahun mendatang.
Putin membantah bahwa pemerintah Rusia terlibat dalam serangan dunia maya terhadap Amerika. Ia mengatakan bahwa para peretas yang “patriotik” mungkin telah melancarkan serangan terhadap pemilu Amerika.
“Saya bisa membayangkan sejumlah orang secara sengaja melakukan serangkaian serangan yang diatur sedemikian rupa untuk membuat seakan-akan Rusia adalah sumber serangan tersebut,” ujar pemimpin Rusia itu bulan lalu.
Dalam sidang dengar pendapat terpisah seorang pejabat Keamanan Dalam Negeri, Jeanette Manfra, mengatakan pada Komite Intelijen Senat, badan itu memiliki bukti bahwa Rusia menarget sistem-sistem terkait pemilu di 21 dari 50 negara bagian Amerika.
Johnson mengatakan 36 negara bagian mendapat bantuan dari pemerintah federal dalam upaya mengatasi peretasan Rusia, meskipun banyak negara bagian yang menolak pengawasan federal terhadap operasi pemilihan di negara bagian mereka. [em/ds]