Taiwan mengatakan pada Kamis (12/9) bahwa pulau demokratis tersebut tidak akan pernah menyerah meskipun menghadapi tekanan yang semakin intens dari Beijing yang justru semakin agresif.
China menganggap Taiwan masuk dalam teritori kekuasaannya. Beijing menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah meninggalkan opsi pengerahan kekuatan untuk mengendalikan pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap Taipei, dengan mengirimkan pesawat tempur, pesawat nirawak, dan kapal angkatan laut ke sekitar pulau itu hampir setiap hari.
Kepala Dewan Urusan Daratan Taiwan, yang menangani masalah terkait China, Chiu Chui-cheng, mengatakan pada Kamis (12/9) bahwa "upaya Beijing untuk menghapus kedaulatan Republik China (Taiwan)" mengancam perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan.
Namun, menghadapi "tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tekad kami untuk mempertahankan kedaulatan dan sistem demokrasi kami tidak pernah sekuat ini. "Ini adalah tujuan utama kami," kata Chiu Chui-cheng dalam pidato berbahasa Inggris di sebuah forum pertahanan di Taipei.
"Pada titik ini, tidak ada ruang untuk kompromi. Kami tidak pernah menyerah pada ancaman dan tekanan yang semakin meningkat dari China. Taiwan tidak pernah menyerah," tukasnya.
Chiu juga memperingatkan bahwa kebijakan Presiden China, Xi Jinping, terhadap Taiwan akan "menjadi lebih tegas dan agresif." Hal tersebut selaras dengan keinginan Xi untuk dapat "berintegrasi " dengan Taiwan.
"Ambisi ini tidak diragukan lagi merupakan akar penyebab risiko di Selat Taiwan," katanya.
China terus mengerahkan kekuatan militer di sekitar Taiwan dan Laut China Selatan, karena Beijing semakin memperkuat klaim teritorialnya.
Kementerian pertahanan Taipei melaporkan pada Kamis bahwa dalam rentang waktu 24 jam yang berakhir pada Rabu (11/9) pukul 06.00 waktu setempat, terdeteksi 29 pesawat militer China, delapan kapal angkatan laut, dan satu kapal resmi berada di sekitar wilayah Taiwan.
Tiga hari setelah Presiden Taiwan Lai Ching-te dilantik pada Mei, Beijing menggelar latihan perang untuk mensimulasikan blokade pulau tersebut.
Presiden Lai, yang dianggap Beijing sebagai "separatis berbahaya," menolak klaim China atas Taiwan, sama seperti pendahulunya, Tsai Ing-wen.
Lai berulang kali menawarkan untuk memulai kembali dialog dengan Beijing. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil karena hubungan yang memburuk sejak Tsai berkuasa pada 2016.
Chiu menegaskan pada Kamis (12/9) bahwa Taiwan siap berbicara dengan Beijing "tanpa prasyarat politik apa pun, dengan dasar saling menghormati, bermartabat, dan setara."
"Kami berharap para pemimpin dari pihak lain akan menunjukkan kebijaksanaan dan fleksibilitas untuk mencapai masa depan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak di Selat Taiwan," tegasnya. [ah/rs]
Forum