Salah Abdeslam, satu-satunya anggota sel jihadis yang melakukan serangan di Paris pada 2015 dan masih hidup, telah dipindahkan dari Belgia ke Prancis pada Rabu, untuk menyelesaikan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepadanya.
Pria berusia 34 tahun ini telah dipindahkan ke sebuah penjara di wilayah Paris, kata Menteri Kehakiman Prancis, Eric Dupond-Moretti, setelah otoritas Belgia mengumumkan pemindahan itu.
Abdeslam telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2022 atas serangan yang menewaskan 130 orang di ibukota Prancis pada November 2015. Itu serangan paling buruk dalam sejarah negara itu.
September lalu, dia juga dinyatakan bersalah dalam perencanaan serangan yang telah menewaskan 32 orang di Brussels pada 2016, setelah dia dikirim ke Belgia untuk menjalani persidangan dalam kasus itu.
Pengirimannya kembali ke Prancis, sejak itu tertahan karena perselisihan hukum.
Kantor Jaksa federal Belgia menyatakan bahwa Abdeslam telah dibawa keluar dari penjara Brussels pada Rabu pagi menuju perbatasan, dan diserahkan kepada otoritas Prancis.
Abdeslam adalah satu dari 10 anggota sel ISIS yang menyerang sejumlah target di Paris, termasuk pertandingan sepak bola antara Prancis dan Jerman, café-cafe dan gedung konser Bataclan yang penuh sesak.
Di Bataclan saja, sekitar 90 orang terbunuh. Secara keseluruhan, lebih dari 350 orang mengalami luka-luka. Sembilan penyerang komplotan Abdeslam tewas karena meledakkan diri atau terbunuh oleh polisi.
Setelah serangan itu, Abdeslam melarikan diri ke Brussels – di mana dia kemudian ditangkap beberapa hari sebelum serangan pada Maret 2016 di bandar udara Brussels dan stasiun metro.
Sejak itu, Abdeslam menjalani penahanan mayoritas di Prancis, tetapi pengacaranya berjuang agar dia diperkenankan menjalani masa hukuman di
Belgia, di mana dia tumbuh dan memiliki kerabat keluarga, meski dia memegang kewarganegaraan Prancis.
Sidang banding di pengadilan Brussels telah menunda upaya pemindahannya ke Prancis karena khawatir tindakan itu melanggar konvensi HAM Eropa dan perlindungannya terhadap hak untuk “kehidupan bersama keluarga”.
“Sangat logis bagi dia untuk menjalani masa hukuman di Belgia,” kata Delphine Paci, salah seorang pengacaranya.
Pengacara yang lain, Harold Sax, mengkritisi kondisi penahanannya di Prancis, dengan mengatakan bahwa penjara Prancis menerapkan sel isolasi, pengawasan melalui video, dan pemantauan yang berlebihan terhadap komunikasi Abdeslam oleh pihak otoritas.
Paci menuduh pemindahan ini sebagai “pelanggaran nyata terhadap aturan hukum”.
“Jelas di sini ada kolusi antara pemerintah Belgia dan pemerintah Prancis untuk melanggar keputusan pengadilan,” kata Paci.
“Ini jelas adalah semacam rasa haus untuk membalas dendam yang dikedepankan, daripada penegakan aturan hukum,” tambahnya.
Kantor jaksa Belgia beralasan, bahwa kesepakatan hukum dengan Prancis bagi Belgia untuk pemindahan tahanan, lebih tinggi posisinya dibandingkan dengan putusan pengadilan banding sipil yang menentang pemindahan Abdeslam.
Dalam sebuah pernyataan, jaksa Belgia menyatakan dikembalikannya Abdeslam ke Prancis setelah proses pidana kriminal di Belgia, telah direncanakan dan “secara hukum tidak dapat dibatalkan.”
“Tidak ada ruang bagi Prancis untuk memperpanjang masa penahanan Abdeslam di Belgia,” tambah kantor jaksa. Mereka juga beralasan bahwa Belgia berisiko tidak memiliki dasar hukum untuk tetap menahan Abdeslam.
“Membebaskan dia sama-sama bukan pilihan,” tambah pernyataan kantor jaksa Belgia. [ns/ka]
Forum