Masyarakat Dayak yang kebanyakan tinggal di Kalimantan Tengah, merasa terusik oleh adanya pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Organisasi pemberdayaan JPIC, singkatan dari "Justice, Peace, Integrity of Creation" (Keadilan, Kedamaian dan Keutuhan Ciptaan) berusaha membimbing masyarakat Dayak di sana agar mereka merasa hidup nyaman dan tenteram di kampung halaman sendiri.
JPIC dibentuk tahun 2010 di Kalimantan Tengah. Melalui misinya, memenangkan harkat dan martabat manusia dalam lingkungan konteks budaya dan tradisi yang arif, JPIC berupaya memberdayakan masyarakat Dayak lewat berbagai kegiatan.
“Peran JPIC adalah hadir bersama masyarakat korban, mereka yang sudah kehilangan tanahnya, tidak punya ladang untuk kepentingan hidup mereka yang secara budaya merasa asing dari budayanya sendiri, kemudian mencari solusi. Ini terkait dengan prinsip internasional PBB untuk JPIC tentang bagaimana memutuskan yang terbaik untuk mereka,” jelas Direktur JPIC Kalimantan, Sani Lake.
Seorang warga Dayak, Yusep dari Dusun Gunung Karasik, Desa Ampar Batu, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah yang lahannya digusur, sumber airnya ditutup dan dicemari limbah tambang batu bara mengatakan, “Sangat berterima kasih atas hadirnya JPIC Kalimantan yang turut membantu masyarakat dalam menghadapi permasalahan lingkungan yang merusak akibat pertambangan batu bara. JPIC banyak memberi pelatihan tentang hukum lingkungan, sehingga kami tahu apa yang menjadi hak masyarakat atas lingkungan, juga memberi pelatihan tentang UU Desa dan pelatihan kepada kaum perempuan.”
Pegiat lingkungan dan HAM, Departemen Advokasi JPIC Kalimantan, Bama Adiyanto, SH mengatakan memang ada sedikit kemajuan, khususnya masalah HAM sejak lahirnya Komnas HAM.
“Dalam aktivitas JPIC Kalimantan, kami melihat sudah ada usaha dari pemerintah Indonesia dan lokal untuk melakukan pemenuhan HAM, dan khusus untuk soal lingkungan, masih menjadi PR besar bagi JPIC dan rekan-rekan aktivis lingkungan lainnya,” jelasnya.
Ditanya mengenai masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Dayak, Direktur JPIC Kalimantan, Sani Lake mengatakan, ruang hidup mereka yaitu alam, di mana mereka hidup itu, dan oleh karena kebijakan pembangunan yang lebih mengutamakan bidang ekonomi, maka ruang hidup mereka berupa hutan, tanah dan air terampas.
“Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus benar terlihat di lapangan, karena begitu ada UU yang keluar tetapi penerapannya lemah sekali, pelanggaran terhadap hak-hak hidup masyarakat Dayak itu terus berjalan, pemerintah terkadang seperti menutup mata, seharusnya peka,” katanya.
Melalui upayanya, JPIC berharap masyarakat Dayak harus semakin percaya diri di tanahnya sendiri dan berani mengatakan tidak, jika ada hal yang melawan hak hidup mereka. Sani Lake mengatakan bahwa pemerintah hendaknya lebih banyak mendengarkan apa yang diinginkan oleh masyarakat. [ps/lt]