Dalam peringatan 18 tahun terbunuhnya wartawan Udin, sejumlah komunitas yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Untuk Udin hari Rabu (13/8) meluncurkan Komik berjudul Menagih Tanggung Jawab Polisi Untuk (Almarhum) Udin di Yogyakarta.
Tanggal 13 Agustus 1996 wartawan Udin dianiaya orang tidak dikenal di depan rumahnya di Bantul Yogyakarta dan akhirnya meninggal 3 hari kemudian. Hingga saat ini Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta belum kunjung membawa pelaku pembunuh Udin ke pengadilan. Justru tahun 1997 polisi melakukan rekayasa dengan membawa Dwi Sumaji alias Iwik sebagai tersangka namun Iwik akhirnya diputus bebas oleh pengadilan.
Pekan ini Koalisi Masyarakat Untuk Udin (KAMU) menyelenggarakan rangkaian kegiatan memperingati 18 tahun kematian Udin, 12 hingga 16 Agustus 2014 dengan sejumlah kegiatan, dan hari Rabu (13/8) meluncurkan komik berjudul Menagih Tanggung Jawab Polisi Untuk (Alm.) Udin. Komik disusun oleh Pusat Studi HAM nuversitas islam Indonesia (UII) dan dibuat oleh komikus Andi Purnama Putra, diluncurkan di kantor Pusat Studi HAM (Pusham) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Komikus Andi Purnama Putra mengatakan, sebelumya terdapat sejumlah komikus lain menolak menggarap komik tentang Udin karena takut resiko yang harus ditanggung mengingat kasus pembunuhan itu belum tuntas. Andi menambahkan, ia empati terhadap Udin dengan memposisikan dirinya sebagai teman almarhum Udin.
“Ini satu kesempatan dimana kami ingin ikut berpartisipasi untuk menunjukkan bahwa saya sangat peduli (pada kebenaran). Waktu menggarap itu saya sebagai teman mas Udin, posisi saya ada di situ. Cuma itu tidak tampak karena keberadaan saya di komik itu menjadi orang kedua-ketiga atau yang ke berapa jadi nggak jelas,” kata Andi.
Direktur Pusham UII Eko Riyadi mengatakan, melalui komik itu Pusham ingin menegaskan bahwa pembunuhan Udin merupakan pelanggaran HAM yang serius. Diyakini, Udin dibunuh karena berita yang ditulisnya berarti merenggut kebebasan berpikir dan berekspresi. Selain itu, membiarkan pelaku dan otak pelaku pembunuhan bebas selama 18 tahun juga merupakan pelanggaran HAM (violation by omission).
Berdasarkan pasal 78 KUHP, kasus kriminal akan memasuki waktu kadaluarsa pada tahun ke-18. Namun, menurut Eko Riyadi, kasus Udin tidak kadaluarsa karena pembunuh yang sebenarnya belum pernah dibawa ke pengadilan.
Eko mengatakan, “Kasus Udin masih belum kadaluarsa pada tahun ke-18, karena pelakunya belum pernah disidik, apalagi dibawa ke pengadilan. Dan hal itu sah karena kasus yang dibawa ke pengadilan yaitu Iwik (Dwi Sumaji) itu terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa itu kasus rekayasa dan akhirnya pelaku dibebaskan. Itu sah secara hukum dan sudah ada keputusan bahwa orang itu bukan itu tidak bersalah dan aorang itu bukan pelaku.”
Sementara itu Tim Pencari Fakta kasus Udin Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) Cabang Yogyakarta dan ketua PWI Sihono juga menyampaikan pernyataan bahwa polisi telah gagal mengungkap kasus Udin, serta ada indikasi polisi membiarkan kasus Udin tidak jelas dan masuk kategori dark number.
Menurut Sihono, untuk mengenang perjuangan almarhum wartawan Udin, pihak PWI Yogyakarta kini memperjuangkan agar Udin mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah.
“Kami akan berusaha menjadikan wartawan Udin pahlawan nasional. Saat ini kami sudah membuat surat untuk dikirimkan ke presiden dengan dilampiri tandatangan teman-teman (wartawan),” kata Sihono.
Hendrawan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta mengatakan, Koalisi Masyarakat untuk Udin akan melakukan kampanye keliling kota bersama komunitas bersepeda menolak kadaluarsa kasus Udin pada hari Jumat (15/8) sore sekaligus membagi komik tentang kematian Udin. Malam harinya pemutaran video tentang Udin di tengah keramaian kota Yogyakarta. Hari Sabtu (16/8) ziarah dan doa ke makam Udin di desa Trirenggo Bantul.