Hari itu, mendung dan hujan gerimis seharian, ketika VOA menjumpai Bejos Infinity di sanggar seninya tempat ia berkarya, sekitar 4 kilometer melewati kota Muntilan ke arah Magelang.
Beberapa potong kayu yang dipotong serong dan sudah dipahat, disandarkan di lantai studionya. Itu adalah satu set karya pahat Jalan Salib Yesus Kristus yang memanggul salibnya, sebuah peristiwa yang sangat penting untuk direnungkan dan dihormati oleh umat Katolik, terutama menjelang Paskah.
Mengapa Bejos, seorang pemahat yang non-Kristen itu mampu menggambarkan sosok Sang Juru Selamat dengan begitu sempurna? Hanya dengan secarik kertas fotokopi hitam-putih bergambar Yesus menjelang peristiwa penyaliban itu, Bejos sanggup menuangkan karya pahatnya di atas batu putih maupun balok pohon yang dipotong serong itu, ke dalam bentuk tiga dimensi.
Ketika ditanya oleh Puspita Sariwati dari VOA, mengapa ia menambahkan kata “infinity” di belakang namanya, Bejos menjawab: “Bagi saya, seni itu tidak terbatas, maka saya bubuhkan kata ‘infinity’ yang artinya ‘tak terbatas’," ujarnya.
Lahir di Pati tahun 1977 dengan nama Atek Suprayitno, ia seniman berbakat alam. Atek suka memahat tokoh-tokoh seperti Paus terdahulu, Johannes Paulus ke-2. Bahkan, patung Kwan Kong-pun ada di studionya. Menurutnya, untuk mengisi kesenjangan waktu, ia suka memahat apa yang disukainya, agar kalau seseorang memerlukan patung yang diinginkannya, patung itu sudah tersedia. Kalaupun tidak, dia menyimpannya untuk koleksi.
Ditanya mengenai cita-cita dan masa depannya, pemahat yang kegiatan sehari-harinya suka berolah raga sebelum memahat itu menjawab, ia tidak punya impian khusus, “Hidup saya bagai alir yang mengalir, begitu saja,” ujarnya. [ps]