Pebasket kelahiran Turki yang tergabung dalam Asosiasi Basket Nasional Amerika (NBA), Enes Kanter, menjadi pria yang paling dicari oleh negara asalnya. Turki telah mencabut paspornya dan menganggapnya teroris karena keterkaitannya dengan pemimpin spiritual di pengasingan yang dituduh mendorong kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tahun 2016.
Kanter menjalani kehidupan penuh ancaman, bahkan tidur dengan tombol panik di sisi tempat tidurnya. Namun, pebasket yang baru saja direkrut Boston Celtics ini menyatakan tetap fokus pada basket dan karir, terlepas dari tantangan yang dihadapi.
Selama Ramadan lalu, Enes Kanter mengawali harinya dengan sahur. Ini kali pertama Ramadan jatuh pada musim pertandingan NBA. Kanter berhasil mewujudkan mimpinya, bermain untuk NBA.
Namun, kesulitan mengunjungi keluarganya di Turki bukanlah perkara mudah. Dia belum pernah bertemu mereka dalam lima tahun terakhir. Pada perayaan Hari Ibu Mei lalu, dia mengunggah pesan via Twitter, berharap Ibunya membaca pesan tersebut.
“Tentu saja ini berdampak pada saya, karena menyangkut ibu, ayah, dan kakak saya. Kakak saya menikah Desember lalu. Saya tidak bisa hadir dalam acara tersebut, ini sangat menyedihkan,” kata Kanter.
Sebagai kritikus sejati Presiden Recep Tayyip Erdogan, paspor Kanter telah dicabut, dan Turki menyatakannya sebagai teroris serta menyerukan agar ia ditangkap dan diekstradisi.
Oleh karena itu, Kanter menghindari bepergian keluar Amerika Serikat.
“Ketika pemerintah Turki menyatakan saya sebagai teroris, saya ingat semua rekan satu tim saya tertawa, semua penggemar dan pelatih pun tertawa. Pernyataan itu jelas menunjukkan karakter mereka, menunjukkan karakter pemerintah Turki,” imbuhnya.
Jaksa di Turki menuntut hukuman penjara empat tahun bagi Kanter. Menurut mereka, kejahatannya adalah secara terbuka menyebut Erdogan diktator di Twitter.
“Yang saya lakukan hanyalah mendukung dan membela hak-hak asasi manusia dan demokrasi,” tukas Kanter.
Kanter berperan penting karena membawa timnya ke sejumlah partai final Western Conference. Dia mengatakan, ini harusnya menjadi momen yang membanggakan bagi negaranya. Sebaliknya, Turki justru tidak menayangkan semua pertandingan itu.
Kanter berujar, ia kelak mungkin berkarir dalam politik. Tetapi sebelum sampai ke sana, dia ingin terus menyuarakan hak-hak asasi, baik di dalam maupun di luar lapangan. (pa/ka)