Setelah serangkaian kemunduran di Suriah dan Irak, ISIS hari Minggu (11/12) kembali memasuki Palmyra, kota kuno Suriah.
Meskipun Rusia terus melancarkan serangan udara, ISIS kembali merebut Palmyra dan memaksa pasukan pemerintah keluar dari kota situs warisan dunia UNESCO. Itu kemajuan besar pertama militan setelah setahun kemunduran di Suriah dan negara tetangga, Irak. Maret lalu, ISIS dipaksa keluar dari Palmyra, meninggalkan kerusakan dan kehancuran di antara reruntuhan berusia 2000 tahun.
Tetapi, sementara pasukan pemerintah dan Rusia melancarkan serangan besar terhadap pemberontak di Aleppo timur, dan sebagian pasukan maju ke Raqqa, ISIS bergerak ke selatan.
Menteri Pertahanan Amerika Ash Carter mengecam Rusia, "Rusia juga mengatakan akan melawan ISIS. Tetapi kemudian tak satu pun itu dilakukan, malah mengobarkan perang saudara dan memperpanjang penderitaan rakyat Suriah."
Kepada hadirin di Bahrain hari Sabtu, Carter mengatakan, Amerika mengirim 200 tentara tambahan ke Suriah, bergabung dengan 300 tentara Amerika dalam pasukan operasi khusus yang sudah ada di sana. Pasukan Amerika itu mengorganisir dan melatih pasukan lokal memerangi ISIS.
Sementara itu, dalam dua hari terakhir, Rusia sibuk membantu pemerintah merebut kembali bagian timur Aleppo, memaksa sekitar 50 ribu warga sipil mengungsi.
Juru bicara kementrian pertahanan Rusia, Mayor Jenderal Igor Konashenkov mengatakan, "Setelah warga sipil keluar, tentara Suriah akan melanjutkan operasinya membebaskan bagian-bagian Aleppo, dan militan akan didesak keluar atau dienyahkan."
Presiden Bashar al-Assad menganggap semua orang yang menentangnya adalah militan dan teroris.
Hari Minggu, Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon mendesakkan upaya lanjutan untuk meminta Rusia agar berhenti menggempur oposisi Suriah.
"Kita harus terus meminta Rusia agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan perang saudara ini guna membantu kita membangun kembali Suriah dengan pemerintah yang benar-benar beragam sehingga bisa melibatkan semua rakyat Suriah, kemudian kita bisa melakukan tugas mengatasi Daesh (ISIS)," kata Fallon.
Presiden terpilih Amerika Donald Trump menyatakan pemerintahnya akan berjuang untuk membasmi kelompok militan itu, tetapi tidak akan terlibat dalam perang saudara Suriah. [ka/jm]