Bagi negara yang sebagian besar belum banyak menerapkan sistem pembayaran cashless (bukan kontan), kebijakan ini lantas menuai pro dan kontra.
Aturan baru pemerintah Jerman yang diloloskan Bundestag (parlemen federal) pada bulan lalu mengharuskan para pencari suaka dan migran di negara itu untuk mendapat tunjangan melalui sebuah kartu.
Kartu yang terbuat dari plastik tersebut dapat digunakan untuk berbelanja atau membayar berbagai jasa layanan setempat. Meski begitu, mereka hanya diperbolehkan menarik uang kontan dalam jumlah terbatas dan tidak bisa mengirimkan uang mereka ke luar Jerman.
Erdina Laca, salah seorang migran berusia 45 tahun asal Albania yang termasuk dalam salah satu penerima pertama dari aturan tersebut mengatakan bahwa dirinya beserta suami dan tiga orang anaknya tidak memiliki masalah dalam penggunaannya.
“Setengah tunjangan diberikan secara kontan dan setengahnya lagi melalui kartu. Dengan setengah dana yang ada di dalam kartu, saya bisa membeli makanan dan setengahnya lagi saya bisa menggunakannya untuk membeli kebutuhan saya dan anak-anak saya di toko mana pun,” ujar Laca.
Aturan terbaru pemerintah Jerman yang diloloskan menjelang pemilu Uni Eropa pada tanggal 9 Juni mendatang ini bertujuan untuk mencegah para migran mengirimkan uang ke keluarga, kerabat, atau para penyelundup di luar negeri.
Meski begitu, Wiebke Judith, juru bicara salah satu kelompok advokat migran, Pro Asyl, mengatakan bahwa kebijakan tersebut cukup diskriminatif karena diterapkan di negara yang belum banyak menerapkan sistem cashless.
“Mereka ingin membuat orang-orang menghindar. Harus dikatakan dengan sangat jelas bahwa orang-orang datang karena perang saudara dan penganiayaan. Mereka tidak akan menghindar hanya karena sebuah kartu pembayaran,” jelas Judith.
Aturan pemberian tunjangan melalui kartu ini kemudian diturunkan kepada otoritas masing-masing wilayah untuk menentukan besaran dan jumlah uang yang bisa diambil menggunakan kartu tersebut. Seperti di Eichsfeld, kota kecil tempat Laca dan keluarganya tinggal selagi menunggu proses permohonan suaka, menerapkan kebijakan 50% pembayaran kontan dan sisanya diberikan dalam kartu tersebut.
Werner Henning, Pejabat Distrik Wilayah Eichsfeld mengatakan bahwa berkurangnya uang tunai yang tersedia akan menjadi insentif bagi para migran untuk mencari pekerjaan, sehingga tidak perlu lagi nantinya menerima tunjangan dari pemerintah.
“Saya tidak ingin mengganggu siapa pun. Saya ingin memberi semangat. Pegang kendali hidup Anda ke tangan Anda sendiri. Dan saya tampaknya telah melakukannya dengan cukup baik sejauh ini,” sebut Eichsfeld.
Selama berbulan-bulan, Jerman berusaha menekan angka migrasi. Partai sayap kanan AfD berhasil memanfaatkan sikap warga Jerman yang semakin keras terhadap para migran, seiring meningkatnya jumlah migran dan pencari suaka ke negara itu.
Jumlah orang yang mendaftar sebagai pencari suaka ke Jerman pada tahun lalu mencapai lebih dari 350.000 orang, meningkat lebih dari 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Paling banyak berasal dari Suriah, Turki, dan Afghanistan. Otoritas setempat pun kesulitan untuk mencari akomodasi bagi mereka.
Adanya aturan pemberian tunjangan melalui kartu ini telah membuat sekitar 50 orang, dari 400 orang pencari suaka pada bulan Desember lalu, menolak dan memilih meninggalkan Jerman. Sementara 40 orang lainnya dilaporkan telah mendapat pekerjaan dan tak lagi menerima tunjangan pemerintah. Para migran dan pencari suaka disebut masih banyak yang belum mengerti cara membayar dengan menggunakan kartu.
Jihad Ammuri, pencari suaka berusia 20 tahun asal Damaskus, Suriah, juga mengatakan bahwa tidak semua toko menerima pembayaran kartu tersebut. Namun, hal itu bukan menjadi persoalan baginya.
“Saya mencoba berbelanja di sebuah toko dan mereka mengatakan bahwa kartu ini bukan mitra mereka. Kartu ini juga tidak berfungsi di seluruh Jerman. Tapi bagi saya hal ini tidak menjadi masalah karena saya tidak datang ke Jerman untuk berbelanja,” tutur Ammuri. [ti/lt]
Forum