Seekor singa jantan menyibak rumput tinggi dan melangkah menuju sebuah tempat terbuka di suaka margasatwa Afrika Selatan. Seorang pria memberi isyarat kepada singa itu dengan suara mendengkur. Singa yang bernama 'Bayetsi' menjawab dengan geraman lembut dan menggosok-gosokkan surainya pada Kevin Richardson, seorang pria yang dikenal sebagai "si pembisik singa".
Richardson berharap aksinya untuk turun tangan langsung dengan singa-singa itu akan menyoroti nasib predator Afrika itu, yang jumlahnya terus menyusut. Namun langkahnya itu juga memicu sebuah perdebatan sensitif tentang interaksi manusia dengan singa-singa di sana. Beberapa konservasionis mengatakan bahwa pesan yang disampaikan Richardson itu baik dan tulus, namun tidak cukup untuk mengatasi masalah besar (kepunahan) yang dihadapi oleh spesies yang rentan itu.
Jumlah singa yang hidup di alam liar di Afrika telah turun lebih dari 40 persen menjadi sekitar 20.000 dalam dua dekade terakhir, menurut perkiraan.
Dalam rekaman video yang dibuat sebagai tontonan untuk media sosial, aksi Richardson tengah bersantai dan bermain-main dengan singa seolah mereka adalah hewan piaraan di rumah mungkin lebih mirip atraksi sirkus di semak Afrika. Namun, dia berusaha menarik perhatian guna mengutuk industri Afrika Selatan di mana pelanggan bisa membunuh singa di daerah-daerah yang relatif tertutup.
Richardson dan kritikus lainnya mengecam praktik perburuan itu dan juga mengecam undian dengan menempatkan anak singa di sebuah kandang khusus. Dengan alasan bahwa hewan itu tidak akan dapat bertahan di alam liar, singa itu kemudian dijadikan "trophy" yang boleh ditembak dengan membayar harga tertentu.
"Anak singa hari ini nantinya akan menjadi "trophy" dan para turis tidak menaruh curiga bahwa mereka memiliki darah di tangannya," kata Richardson, yang pernah bekerja di sebuah taman wisata yang menawarkan bermain-main dengan anak singa. Para turis, katanya, "telah ditipu sehingga percaya bahwa kontribusi dana yang mereka sumbangkan akan berguna untuk upaya konservasi singa (di Afrika)."
Saat ini, Richardson berusia 42 tahun, telah menikah dan memiliki dua anak. Ia mengelola taman margasatwa dengan 31 ekor singa di suaka margasatwa Dinokeng di utara Pretoria, ibukota Afrika Selatan.
Richardson mengatakan bahwa dia tidak membesarkan singa dan bahwa kelangsungan properti seluas 1.300 hektar itu tergantung dari donasi bangkai ternak dan kijang yang disumbangkan.
"Saya telah diterima (masyarakat) sebagai bagian dari kebanggaan," kata Richardson sambil menggaruk dagu Bayetsi, singa jantan. "Tapi saya harus sangat berhati-hati. (Bagaimanapun) Mereka adalah hewan besar dan sangat piawai menceritakan bagaimana perasaan mereka. "
Singa-singa itu telah mencakar dan menggigit Richardson selama bertahun-tahun dia di sana, tapi mungkin yang lebih menyakitkan baginya adalah kritik yang diterimanya, setelah ia difilmkan bergulat dengan singa-singa atau mengaum bersama mereka.
Suaka margasatwa yang dikelola Richardson menawarkan berbagai souvenir, termasuk kaos, gantungan kunci dan kalender. Menurutnya, ia berusaha mempromosikan pelestarian satwa liar itu melalui "pendidikan, kesadaran dan pendanaan."
Luke Hunter, presiden Panthera, sebuah kelompok konservasi, memuji Richardson atas semangatnya dan perhatiannya yang tulus terhadap singa-singa itu.
Namun, Hunter juga menekankan kebutuhan konservasi singa yang lebih luas, termasuk upaya untuk melindungi habitat dan mengatasi perburuan, di mana antelop dan mangsa (makanan) lainnya bagi singa terus diburu dan diperdagangkan. Selain itu katanya, banyak singa tewas akibat terjebak dalam perangkap binatang yang diletakkan sembarangan.
Sementara, Richardson berkisah tentang keintimannya dengan binatang-binatang buas itu.
Ia mengatakan, "Hubungan yang saya miliki dengan mereka murni untuk memberi singa-singa itu kualitas hidup yang lebih baik, dalam situasi habitat mereka yang makin terbatas."
"Saya akan merawat mereka selama saya bisa," ujarnya. [pp]