Dzokhar Tsarnaev dinyatakan bersalah dalam pemboman Marathon Boston oleh dewan juri yang sekarang harus memutuskan apakah pria 21 tahun ini akan dijatuhi hukuman mati.
Para juri mempertimbangkan vonis ini selama 11 jam dalam dua hari pertemuan, setelah mendengarkan berbagai kesaksian selama 16 hari, untuk kasus pemboman Marathon Boston yang menewaskan tiga orang dan menciderai 264 orang.
Ia dinyatakan bersalah atas berbagai tuntutan, termasuk di antaranya konspirasi dan penggunaan senjata pemusnah masal. Semua tuntutan tersebut bila dinyatakan bersalah dapat berujung pada hukuman mati.
Terdakwa yang mengenakan sweater biru dan blazer warna gelap tampak pucat saat memasuki persidangan untuk mendengarkan penjatuhan vonis. Ia terus menundukkan kepala selama berlangsungnya pembacaan vonis.
Pada tahapan persidangan berikutnya, para pengacara Tsarnaev akan menyajikan berbagai bukti yang dimaksudkan untuk meringankan hukumannya. Dapat termasuk di antaranya, bukti-bukti terkait keluarga Tsarnaev, hubungannya dengan kakaknya, dan masa kecilnya di Kirgistan dan kemudian wilayah Dagestan yang penuh konflik.
Vonis bersalah untuk Tsarnaev sudah diduga sebelumnya. Para pengacaranya mengakui bahwa ia berpartisipasi dalam pemboman, tapi mengatakan bahwa kakaknya yang tewas, Tamerlan, 26 tahun, merupakan otak di balik serangan maut tersebut.
30 tuntutan
Juri diminta untuk memutuskan 30 tuntutan terhadap Tsarnaev, termasuk penggunaan senjata pemusnah masal, pembunuhan terhadap seorang polisi dan penggunaan bom pipa di tengah aksi tembak-menembak dengan aparat.
Jaksa memaparkan berbagai bukti bahwa terdakwa, yang beretnis Checnya dan beremigrasi dari Rusia 10 tahun sebelum pemboman, membaca dan mendengarkan berbagai materi mengenai jihad, dan bahwa Tsarnaev sempat menulis surat singkat di perahu tempat ia bersembunyi yang menyatakan bahwa pemboman Boston merupakan aksi pembalasan terhadap tindakan militer AS di negara-negara mayoritas Muslim.
Massachusetts belum pernah mengeksekusi seorang pun sejak 1947 dan uskup-uskup Katolik di negara bagian ini beberapa hari lalu kembali menyatakan mereka menentang penjatuhan hukuman mati.
Sebagian materi laporan ini berasal dari Reuters, AFP dan AP