YOGYAKARTA —
Setelah berdiskusi dengan istri dan membahas berbagai pilihan, Bintang Hanggono, seorang ayah dengan dua putra yang tinggal di Yogyakarta, akhirnya memilih melakukan vasektomi sebagai metode pengaturan kelahiran.
Keputusan ini cukup istimewa karena di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya 6,5 persen pria yang bersedia menjadi peserta program keluarga berencana (KB), dan dari jumlah tersebut hanya 1 persen yang mau melakukan vasektomi.
"Karena istriku tidak cocok dengan berbagai macam alat KB, mulai dari yang mekanis sampai hormon, jadi ya sudah. Mulai dari yang mekanis, sampai hormon dia tidak cocok, jadi ya sudah. Awalnya dia ngotot dia yang ingin steril, tetapi saya pikir kalau perempuan disteril risikonya besar, karena itu di bagian reproduksinya. Dan ber-KB pun untuk perempuan banyak resikonya juga,” ujar Bintang.
Lain lagi dengan Sarmidi, warga kabupaten Kulonprogo, yang memilih vasektomi setelah memiliki empat anak. Begitu anak keempat lahir, istri Sarmidi mendesaknya untuk ber-KB. Melalui konsultasi dengan staf kesehatan setempat, Sarmidi memutuskan menggunakan metode vasektomi, satu pilihan yang ketika itu dikhawatirkan banyak tetangga dan kawan-kawannya.
Para pria di desa Sarmidi berpikiran, vasektomi akan membuat mereka cepat lelah dan juga dianggap menyebabkan impotensi. Pandangan semacam itu bahkan masih bertahan sampai saat ini.
"Memang pemahaman masyarakat masih kurang, dan itu lebih ke soal efek. Katanya efek vasektomi itu menjadi lemah dan kegiatan (seksual) nya terganggu, tetapi kan ternyata tidak. Dan (kelemahannya) memang karena itu memakai istilah operasi. Bagi masyarakat yang awam, dengan kata-kata operasi itu kan jadi takut,” ujar Sarmidi.
Untuk meluruskan pandangan masyarakat soal vasektomi, Pemerintah kabupaten Kulonprogo berusaha melakukan terobosan dengan memberikan hadiah kambing kepada setiap pria yang mau divasektomi.
Hasilnya, hanya dalam dua bulan terakhir sudah ada 23 pria yang bersedia melakukan vasektomi, atau naik empat kali lipat untuk periode yang sama. Target tahun ini adalah ada 40 pria yang melakukan vasektomi.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Perempuan dan KB (BPMPDKB) Kabupaten Kulonprogo, Muhammad Rosyadudin, kepada VOA baru-baru ini mengatakan, program ini memiliki dua tujuan sekaligus. Pertama tentu saja menambah jumlah pria yang mau aktif ber-KB, dan kedua juga meningkatkan tingkat ekonomi warga, karena memelihara kambing hadiah vasektomi itu bisa menjadi pekerjaan sambilan, ujarnya.
"Ternyata dengan strategi pemberian bantuan kambing, bisa berhasil menarik minat masyarakat untuk ber-KB pria. Sambil berproses memberikan kesadaran, tetapi juga tetap kita mengupayakan target karena ini memang program yang diharapkan berhasil. Nanti kalau memang masyarakatnya tanpa hadiah itu masih bisa, ya kita akan terus berupaya,” ujarnya.
Rosyadudin menambahkan pemerintah daerah setempat akan melakukan evaluasi ke depan, dan berharap para pria tetap mau menggunakan cara vasektomi tanpa berharap hadiah kambing itu.
Keputusan ini cukup istimewa karena di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hanya 6,5 persen pria yang bersedia menjadi peserta program keluarga berencana (KB), dan dari jumlah tersebut hanya 1 persen yang mau melakukan vasektomi.
"Karena istriku tidak cocok dengan berbagai macam alat KB, mulai dari yang mekanis sampai hormon, jadi ya sudah. Mulai dari yang mekanis, sampai hormon dia tidak cocok, jadi ya sudah. Awalnya dia ngotot dia yang ingin steril, tetapi saya pikir kalau perempuan disteril risikonya besar, karena itu di bagian reproduksinya. Dan ber-KB pun untuk perempuan banyak resikonya juga,” ujar Bintang.
Lain lagi dengan Sarmidi, warga kabupaten Kulonprogo, yang memilih vasektomi setelah memiliki empat anak. Begitu anak keempat lahir, istri Sarmidi mendesaknya untuk ber-KB. Melalui konsultasi dengan staf kesehatan setempat, Sarmidi memutuskan menggunakan metode vasektomi, satu pilihan yang ketika itu dikhawatirkan banyak tetangga dan kawan-kawannya.
Para pria di desa Sarmidi berpikiran, vasektomi akan membuat mereka cepat lelah dan juga dianggap menyebabkan impotensi. Pandangan semacam itu bahkan masih bertahan sampai saat ini.
"Memang pemahaman masyarakat masih kurang, dan itu lebih ke soal efek. Katanya efek vasektomi itu menjadi lemah dan kegiatan (seksual) nya terganggu, tetapi kan ternyata tidak. Dan (kelemahannya) memang karena itu memakai istilah operasi. Bagi masyarakat yang awam, dengan kata-kata operasi itu kan jadi takut,” ujar Sarmidi.
Untuk meluruskan pandangan masyarakat soal vasektomi, Pemerintah kabupaten Kulonprogo berusaha melakukan terobosan dengan memberikan hadiah kambing kepada setiap pria yang mau divasektomi.
Hasilnya, hanya dalam dua bulan terakhir sudah ada 23 pria yang bersedia melakukan vasektomi, atau naik empat kali lipat untuk periode yang sama. Target tahun ini adalah ada 40 pria yang melakukan vasektomi.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Perempuan dan KB (BPMPDKB) Kabupaten Kulonprogo, Muhammad Rosyadudin, kepada VOA baru-baru ini mengatakan, program ini memiliki dua tujuan sekaligus. Pertama tentu saja menambah jumlah pria yang mau aktif ber-KB, dan kedua juga meningkatkan tingkat ekonomi warga, karena memelihara kambing hadiah vasektomi itu bisa menjadi pekerjaan sambilan, ujarnya.
"Ternyata dengan strategi pemberian bantuan kambing, bisa berhasil menarik minat masyarakat untuk ber-KB pria. Sambil berproses memberikan kesadaran, tetapi juga tetap kita mengupayakan target karena ini memang program yang diharapkan berhasil. Nanti kalau memang masyarakatnya tanpa hadiah itu masih bisa, ya kita akan terus berupaya,” ujarnya.
Rosyadudin menambahkan pemerintah daerah setempat akan melakukan evaluasi ke depan, dan berharap para pria tetap mau menggunakan cara vasektomi tanpa berharap hadiah kambing itu.