VOA - Sejumlah jaringan masyarakat sipil Aceh mendesak pemerintah pusat dan daerah seperti Aceh Utara, Aceh Timur, dan Lhokseumawe untuk memprioritaskan penampungan sementara bagi pengungsi etnis Muslim-Rohingya. Pasalnya, sebanyak 111 pengungsi tersebut dilaporkan sempat terpaksa ditempatkan di depan kantor Bupati Aceh Utara, Kamis (24/11) malam.
Ketua Indonesian Civil Society Association for Refugee Rights Protection (SUAKA), Atika Yuanita Paraswaty, menilai seharusnya pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi terkait penanganan sementara ratusan pengungsi tersebut sesuai Perpres 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
"Tapi sampai saat ini tidak berjalan. Jadi masih ada lempar tanggung jawab dari pemerintah," katanya kepada VOA, Jumat (25/11).
Menurut Atika, pemerintah daerah Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, dan Langsa harus segera mengambil keputusan terkait penyediaan tempat yang layak bagi pengungsi Rohingya. Pasalnya, Satgas Nasional Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) telah menunjuk Pemda Lhokseumawe dan Aceh Timur untuk menentukan lokasi penampungan dan segera memindahkan para pengungsi tersebut.
"Karena Satgas PPLN sudah mengeluarkan surat rekomendasi agar pemerintah Aceh Timur dan Lhokseumawe dapat menampung pengungsi secara sementara," ucapnya.
Menanggapi ketidakpastian terkait penempatan sementara pengungsi Rohingya. Jaringan masyarakat sipil mendesak agar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, untuk meminta Satgas PPLN segera mengambil tindakan ketika koordinasi tidak berjalan maksimal.
"Mendesak Pemerintah Provinsi Aceh untuk turut menangani dan memfasilitasi penentuan lokasi penampungan pengungsi dari luar negeri di wilayahnya. Karena memang yang mendesak adalah tempat penampungan yang layak," ujar Atika.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, mengatakan 111 pengungsi Rohingya itu akhirnya terkatung-katung setelah pemerintah pusat dan daerah saling melempar tanggung jawab.
"Sampai tadi malam pengungsi masih berada di depan kantor Bupati Aceh Utara tanpa kejelasan, atap, dan diguyur hujan," ungkapnya kepada VOA, Jumat (25/11) pagi.
Menurut Husna, kondisi yang menimpa para pengungsi Rohingya seperti saat ini telah berulang kali terjadi. Pemerintah pusat dinilai tak memberikan aturan operasional dan koordinasi pendanaan yang pasti bagi pemda setempat terkait penanganan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh.
"Mereka (pemerintah) mengandalkan organisasi internasional seperti Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Pengungsi (IOM) dalam penanganan pengungsi. Pemda juga tidak menangkap ketidakjelasan ini dan memanfaatkan posisi ini untuk saling lempar tanggung jawab," katanya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Hamdani mengatakan, untuk saat ini, 111 pengungsi Rohingya itu telah diizinkan ditampung sementara di bekas kantor imigrasi di Kota Lhokseumawe.
"Tadi malam sudah ada keputusan. Bahwa diizinkan untuk menggunakan bekas kantor imigrasi di Kota Lhokseumawe. Sudah ada surat dari imigrasi Kota Lhokseumawe mengizinkan menerima mereka ke sana," ucapnya kepada VOA, Jumat (25/11) sore.
Seperti diketahui, pada 15 dan 16 November 2022, wilayah Aceh Utara kedatangan dua kelompok pengungsi Rohingya. Kelompok yang datang pada 15 November 2022, berjumlah 111 orang saat itu ditempatkan sementara di meunasah setempat. Lantaran adanya desakan dari masyarakat, pengungsi Rohingya kemudian dipindahkan sementara ke Kantor Camat Muara Batu. Masyarakat meminta pengungsi diberikan kejelasan lokasi untuk penampungan sementara.
Kini, desakan kembali muncul dari masyarakat melalui Forum Geuchik Muara Batu yang meminta IOM dan UNHCR memberikan kejelasan lokasi bagi para pengungsi. Padahal pada 16 November 2022, Satgas PPLN telah menunjuk Pemda Lhokseumawe dan Pemda Aceh Timur untuk menentukan lokasi penampungan dan segera memindahkan para pengungsi tersebut. Penolakan secara resmi bahkan muncul dari Forum Keuchik Kecamatan Blang Mangat, ketika gedung imigrasi Lhokseumawe sempat dijadikan salah satu opsi.
Tak kunjung mendapatkan tanggapan dan tengat waktu sudah terlewat, Forum Geuchik Muara Batu pun akhirnya membawa pengungsi ke depan kantor Bupati Aceh Utara. Sementara itu, rombongan kedua sebanyak 119 pengungsi Rohingya yang datang pada 16 November 2022 masih berada di aula masyarakat yang dikelola oleh panglima laut atau pemimpin komunitas nelayan setempat. [aa/ab]
Forum