Rencana pemerintah memindahkan lagi warga Syiah Sampang dari rumah susun di Sidoarjo yang menjadi tempat pengungsian selama ini, ke kawasan Benowo, Surabaya mendapat penolakan dari pengungsi. Perwakilan warga Syiah Sampang, Iklil Almilal mengaku didekati oleh aparat sipil pemerintahan setempat untuk bersedia direlokasi.
Iklil Almilal menegaskan, warga Syiah Sampang tetap ingin kembali pulang ke kampung halaman mereka karena itu merupakan hak asasi yang dilindungi konstitusi negara. Menurutnya, pemindahan warga Syiah Sampang semakin jauh dari kampung halaman mereka, menunjukkan bahwa konstitusi kalah dari pihak-pihak yang menghendaki tidak ada kedamaian di Sampang.
“Kami tetap, bagi kami adalah kepulangan itu harus. Jadi kami tidak akan mau direlokasi, karena dulu kenapa kami tidak mau juga dipindahkan dari GOR Sampang ke Sidoarjo, karena dengan semakin jauhnya kami dari kampung halaman maka situasi itu semakin dimanfaatkan oleh orang-orang yang memang tidak ingin ada kedamaian,” kata Iklil Almilal.
Iklil menuturkan, kondisi masyarakat di Dusun Nangkrenang, Desa Karang Gayam Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, sebenarnya sudah tidak lagi mempermasalahkan bila ada warga Syiah yang pulang ke kampung halaman. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk berlaku adil dan bijak, dengan memulangkan kembali warga Syiah ke kampung halaman.
“Faktanya, sekarang di kampung, masyarakat itu kunjungan bahkan teman-teman pulang sampai satu minggu, sepuluh hari di kampung tidak ada masalah, tapi kenapa kami tidak bisa pulang. Nah di situlah menurut saya, dengan kondisi kami nanti ada istilah relokasi, maka itu akan disimpulkan bahwa penolakan itu tetap ada di masyarakat, padahal itu tidak ada,” imbuhnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, pemerintah pusat harus segera mengambil alih persoalan warga Syiah Sampang, bila pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak sanggup menyelesaikan masalah ini.
Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 55 Tahun 2012 terkait Ajaran Aliran Sesat, dan SK Gubernur Jawa Timur nomor 188 Tahun 2011 tentang Pelarangan Jemaat Ahmadiyah, harus dicabut karena menjadi dasar berlarutnya persoalan ini.
Baca juga: Lima Tahun Terusir dari Kampung Halaman, Pengungsi Syiah Sampang Berharap Negara Hadir
“Kalau memang pemerintah daerah dianggap tidak cukup mampu untuk mengambil alih dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi terutama kasus teman-teman Syiah Sampang. Saya pikir pemerintah pusat harus turun tangan untuk mengambil alih penyelesaian masalah ini. Nah soal Pergub ini akan terus menjadi ganjalan kalau memang Pergub ini, dan SK Gubernur itu tidak segera dicabut,” kata Fatkul Khoir.
Pengajar sekaligus Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga Surabaya, Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, baik yang sekarang maupun yang akan datang, harus menjunjung tinggi hak asasi manusia untuk semua khususnya di bidang kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Human right itu for all; hak asasi itu untuk semua. Jadi mereka harus tegas, punya keberpihakan sebagaimana mandat konstitusi, bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan itu dijamin oleh konstitusi. Jadi mereka harus punya kesungguhan, komitmen, political will itu bukan sekedar ucapan. Mereka harus memberikan ruang hidup bersama tanpa diskriminasi, dan itu harus jelas upaya proses maju di dalam menjamin rasa aman,” kata Herlambang Perdana Wiratraman.
Iklil Almilal berharap pemerintah mendengarkan suara hati warga Syiah Sampang, yang juga bagian dari warga negara Indonesia. Pemimpin di Jawa Timur diharapkan punya itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini, dan menjamin peristiwa serupa tidak akan terulang kembali.
“Harapan kami, siapa pun nanti yang terpilih jadi pemimpin di Jawa Timur, selesaikan permasalahan ini, dan janganlah terjadi lagi dengan alasan apa pun, agama, paham atau ras. Jangan terjadi lagi. Cukuplah Sampang jadi yang terakhir seperti itu, karena dengan kondisi keberadaan pengungsi juga akan jadi beban pemerintah juga. Anggaran besar terbuang percuma, dan ini masalah malah semakin berlarut-larut,” imbau Iklil. [pr/lt].