Gas alam akan memainkan peran penting dalam transisi energi di Indonesia, berkat penemuan-penemuan dalam beberapa tahun terakhir sewaktu produksi minyak menurun, kata Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (5/9).
Indonesia, yang sedang meningkatkan pengembangan proyek gas, ingin meningkatkan penggunaan bahan bakar itu di dalam negeri setelah adanya penemuan baru gas di Bali Utara, Lombok dan Andaman, kata Tutuka kepada Reuters.
“Gas akan sangat penting dalam menggantikan energi minyak,” kata Tutuka, di sela-sela konferensi Gastech.
Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi minyak yang terus-menerus dan upaya untuk mengurangi impor minyak mentah dan bahan bakar, tambahnya.
Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan langkah-langkah seperti mengganti solar dengan gas di pembangkit-pembangkit listrik wilayah timur, menggunakan truk berbahan bakar gas pada rute-rute rutin, dan memproduksi petrokimia, pupuk, amonia, dan metanol.
Raksasa energi milik negara, Pertamina, contohnya, berencana membangun pabrik amonia biru di Papua bagian timur dengan menggunakan gas sebesar 90 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) dari Tangguh, sedangkan proyek metanol di Jawa Tengah akan menggunakan gas sebesar 80 juta kaki kubik per hari (mmscfd), kata Tutuka.
Pemerintah juga berencana membangun industri berbasis gas di Andaman dan Sumatera Selatan, yang dekat dengan wilayah produksi pada masa depan, katanya.
Di sektor ketenagalistrikan, pemerintah diperkirakan akan mempertahankan harga sebesar $6 per juta British thermal unit (mmBtu) yang ditetapkan untuk pembangkit listrik dalam negeri guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tambahnya.
Salah satu proyeknya adalah kilang gas alam cair BP.L Tangguh Train-3 milik BP yang akan beroperasi secara komersial pada akhir tahun, katanya.
Proyek ini, yang tertunda karena bencana alam serta pandemi COVID-19, akan menambah hampir 4 juta metrik ton kapasitas setiap tahunnya pada fasilitas Tangguh. [ab/lt]
Forum