Menteri Koordinator Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah terus mengupayakan pembebasan tiga WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf pada September 2019 lalu. Hal tersebut disampaikan Mahfud setelah menggelar rapat tentang penculikan ini bersama sejumlah kementerian dan lembaga di Jakarta, Selasa (17/12).
Mahfud berharap pembebasan tersebut tidak menimbulkan korban jiwa dan tidak melanggar kedaulatan negara-negara yang terlibat dalam kasus ini yakni Malaysia dan Filipina.
"Kesimpulannya begini, kita akan melakukan langkah-langkah selanjutnya atau melanjutkan langkah-langkah yang sudah diambil untuk tetap berusaha membebaskan tersandera tanpa korban jiwa dan tanpa menodai kedaulatan negara kita, maupun negara-negara yang bersangkutan," jelas Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (17/12).
Mahfud menjelaskan pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan Malaysia dan Filipina selama penanganan kasus ini, termasuk dalam hal penataan laut supaya penculikan tidak terjadi kembali lagi. Kendati demikian, Mahfud tidak mau menjelaskan langkah yang akan dilakukan pemerintah karena demi menjaga kerahasiaan strategi dan keberhasilan pembebasan.
"Pokoknya kami sudah kompak, sudah punya solusi, langkah-langkah dengan berbagai tahapannya. Pokoknya kita akan menyelamatkan karena negara harus bertanggung jawab atas keselamatan warganya," tambahnya.
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar menilai lokasi penyanderaan WNI di Filipina menyulitkan Indonesia. Sebab operasi pembebasan tersebut akan sangat bergantung kepada Filipina.
Namun, kata dia, pemerintah juga dapat meminta bantuan kepada kelompok militan di Filipina selatan, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) sebagai mediator untuk membebaskan WNI yang ditahan kelompok Abu Sayyaf. Ia beralasan kelompok Abu Sayyaf cukup menghormati MILF sehingga akan memudahkan pembebasan.
"Ya memang agak rumit, karena problemnya ada di wilayah orang, hukumnya orang. Negosiasi walaupun ada channel-nya tetap berbahaya. Sementara kita tetap menggunakan prinsip-prinsip tidak bernegosiasi dengan teroris," jelas Al Chaidar saat dihubungi VOA, Selasa (17/12).
Sebelumnya, tiga nelayan asal Indonesia disandera kelompok Abu Sayyaf saat mencari ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia. Ketiga WNI itu kemudian dibawa ke Filipina. Dalam sebuah video di media sosial, kelompok Abu Sayyaf yang menculik WNI meminta tebusan Rp8 miliar. Kementerian Luar Negeri kemudian mengkonfirmasi bahwa tiga orang dalam video tersebut merupakan WNI yang ditangkap kelompok Abu Sayyaf sejak bulan September 2019. [sm/ab]