Pemerintah meminta industri obat dan pedagang besar farmasi (PBF) untuk tidak menahan obat-obatan COVID-19 bagi masyarakat. Kementerian Kesehatan memastikan stok obat nasional, terutama obat terapi COVID-19, masih cukup.
“Kita berharap industri-industri tidak menahan obat-obat yang ada di industri maupun PBF sehingga dapat diakses oleh masyarakat secepatnya,” kata Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes drg. Arianti Anaya dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/7).
Ia menggarisbawahi bahwa meski masih belum ditemukan obat yang terbukti secara klinis untuk mengobati pasien COVID, tetapi ada beberapa obat yang dianggap potensial dan sudah dapat dipakai dalam penanganan terapi virus corona.
Arianti menegaskan stok obat terapi COVID-19 secara nasional cukup banyak, antara lain Oseltamivir kapsul 11,6 juta tablet, Favipiravir 24,4 juta tablet, Remdesivir 148.891 vial.
“Memang Remdesivir ini kelihatannya stok kita ada 148.891. Kita sedang mendorong Remdesivir untuk impor dan hari ini sudah akan sampai sebagian di gudang Kimia Farma,” kata Arianti.
Sementara stok Azythromycin 12,3 juta tablet, Tocilizumab 421 tablet. Tocilizumab, menurutnya, hanya digunakan untuk kasus kritis dan ketersediaannya saat ini sudah mencukupi. Pemerintah juga telah menambah stok obat itu sehingga dalam 1 sampai 2 hari ke depan stoknya akan bertambah.
Semua stok obat tersebut, menurut Ariantai, berada di Dinas Kesehatan Provinsi, di Instalasi Farmasi Pusat, di industri farmasi dan PBF, di rumah sakit, dan juga ada di apotek.
“Instalasi Farmasi pusat dan 34 Dinas Kesehatan Provinsi ini menyimpan obat sebagai buffer stock untuk kita apabila stok-stok obat di lapangan kosong. Sehingga kita harapkan masyarakat tetap bisa mendapatkan pelayanan terhadap obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19,” tegasnya. [ah]