Banyak peneliti di berbagai penjuru dunia berlomba menemukan vaksin untuk mencegah infeksi virus corona dan metode pengobatan yang tepat dan aman bagi mereka yang jatuh sakit setelah tertular virus itu. Di Indonesia sendiri, hari ini telah dimulai terapi plasma konvalesen (plasma darah) sebagai pengobatan alternatif pasien virus corona.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menjelaskan plasma merupakan bagian darah yang mengandung antibodi sedangkan konvalesen mengacu kepada orang yang telah sembuh dari suatu penyakit. Jadi, plasma konvalesen Covid-19 merupakan bagian dari darah yang mengandung antibodi dari orang-orang yang sudah sembuh dari virus corona.
“Orang yang sudah sembuh dan bersedia menyumbangkan darahnya atau yang biasa kita sebut sebagai donor akan diperiksa apakah orang tersebut memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak. Apabila memenuhi syarat maka akan diminta untuk sebagai donor, membantu para penderita Covid-19. Tentu hal ini mengikuti protokol yang dipandu oleh para peneliti,” ujarnya dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Selasa (8/9).
Pihaknya, kata Abdul, mendukung terapi plasma konvalesen ini. Meski begitu, berbagai penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk mengetahui dengan pasti apakah terapi ini cukup efektif dan aman untuk menyembuhkan seseorang yang terinfeksi virus corona.
“Kalau terapi sendiri sudah kita dengar lama, maka produk plasma konvalesen memerlukan investigasi lebih lanjut. Untuk itu dibentuklah suatu tim peneliti plasma konvalesen sebagai terapi tambahan sebagaimana SK yang kami sebutkan di depan adalah merupakan perintah Menteri Kesehatan, yang harus kita sama-sama laksanakan,” ujarnya.
Ia mengatakan, sudah ada 29 rumah sakit yang bersedia bekerja sama melakukan uji klinik nasional plasma konvalesen tersebut. Namun, baru empat rumah sakit, yakni Rumah Sakit Fatmawati (Jakarta), Rumah Sakit Hasan Sadikin (Bandung), Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo (Jawa Timur) dan Rumah Sakit Angkatan Laut Ramelan (Surabaya) yang memulai uji coba terapi hari ini.
Pihaknya, kata Abdul, masih membuka kesempatan bagi rumah sakit lainnya untuk bisa bergabung dalam penelitian ini.
Terapi Plasma Konvalesen Sudah Terbukti Aman
Wakil Kepala Bidang Penelitian Translasional di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof dr David H Mljono mengatakan, terapi plasma darah atau plasma konvalesen sebenarnya sudah dilakukan sejak seabad yang lalu, sewaktu terjadi pandemi flu Spanyol. Terapi serupa juga pernah dilakukan untuk mengobati berbagai wabah seperti flu burung, ebola, SARS dan sudah terbukti aman.
Menurutnya, di China pada akhir Maret lalu terapi plasma konvalesen ini sudah diujicobakan kelima pasien dan terbukti cukup efektif. Negara lain pun, katanya, juga pernah mencoba terapi serupa.
“Pemberian plasma dilanjutkan pada 10 orang di China, kemudian beberapa negara mulai melakukannya juga. Ternyata, keamanannya cukup baik, bahkan sudah dinilai pada 5.000 orang di Amerika,” imbuhnya.
Meski begitu, yang masih menjadi pertanyaan dari uji klinis ini adalah sejauh mana tingkat kesembuhannya dan pasien mana saja yang bisa sembuh.
“Plasma konvalesen adalah suatu produk investigasi, karena belum tahu dosisnya berapa? Belum diketahui cara pemberiannya, belum diketahui timing-nya saat pemberian paling tepat itu kapan? Dan juga jadwal pemberian. Ini yang menjadi tugas dan dinantikan hasilnya di seluruh dunia,” ujar David.
Uji klinik Plasma Konvalesen Langsung Masuk Tahap 2 dan 3
David mengungkapkan, uji klinik yang dilakukan langsung masuk ke fase 2 dan 3, dikarenakan terapi ini sudah terbukti aman. Dalam tahapan ini, pihaknya akan menilai bagaimana efficacy atau khasiat daripada terapi tersebut.
Terapi ini pun hanya diberikan kepada pasien Covid-19 dengan kategori sedang hingga berat. Metode ini, katanya tidak akan diberikan sebagai pencegahan karena belum diuji coba di seluruh dunia dan belum ada protokol yang jelas.
“Dalam studi ini kita akan memberikan kelompok-kelompok pasien dengan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi, mana yang tidak boleh ikut, termasuk penderita yang memang mempunyai resiko cukup tinggi baik ada alergi, atau beban cairan dan lain-lain, itu yang kita tidak ikutkan, karena ini adalah suatu kegiatan yang uji coba yang di klinik dimana pasien yang dengan kelainan tersebut belum saatnya untuk kita berikan,” paparnya.
Pasien Covid-19 yang menjalani terapi ini, menurut David, diberi 200 mililiter plasma darah yang didapatkan dari donor yang sudah sembuh dan diberikan sebanyak dua kali. Setelah itu, ujar David, pasien akan dipantau selama 28 hari sejak pemberian plasma yang pertama.
“Jadi selama 14 hari mohon kesediaan dari pasien untuk tetap bersama kita pantau di RS dan setelah 14 hari kalau dokter sudah mengizinkan pulang, diperbolehkan pulang namun tetap berhubungan dengan dokter dan RS supaya bisa dievaluasi pada hari-hari yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Jumlah Donor Terapi Plasma Konvalesen Terus Meningkat
Dalam kesempatan ini, David juga mengungkapkan bahwa sudah ada lebih dari 100 pendonor untuk uji klinik terapi plasma konvalesen Covid-19 ini. Jumlahnya dipastikan akan terus meningkat. Sementara subjek dari penelitian ini, katanya sudah mencapai sekitar 364 orang.
“Ini nanti diacak siapa yang jadi kontrol, siapa yang jadi recipient. Kita bagi tiga tahap. Kita harap supaya fase pertama ini RS bisa berbondong-bondong bekerja sama agar bisa mencukupi, dapat dianalisa dan memberikan hasil valid," ujarnya.
Ia menargetkan uji klinik ini akan selesai pada akhir tahun nanti. “Tugas kita adalah (sampai) 30 Desember, namun untuk mencapai 30 Desember, November akhir sudah harus selesai karena pasien akan dipantau empat minggu. Demikian waktu yang disediakan ke kita sampai akhir tahun,” imbuhnya. [gi/ab]