JAKARTA —
Pemerintah Indonesia memastikan tidak akan mengubah nama KRI Usman Harun untuk kapal perang milik TNI Angkatan Laut, meski pemerintah Singapura protes karena nama tersebut diambil dari nama orang-orang yang membom negara kota itu pada 1960an.
Staf Ahli Presiden bidang luar negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, penamaan tersebut sudah dilakukan sesuai prosedur dan beberapa penilaian. Pemerintah Indonesia, tambahnya, mempunyai otoritas dan pertimbangan matang untuk memberikan penghormatan kepada pahlawannya untuk diabadikan di sejumlah kapal perang Indonesia.
Faizasyah menambahkan ia berharap hubungan Indonesia dan Singapura yang selama ini berjalan sangat baik tidak terganggu dengan masalah ini. Sebenarnya, ujar Faizasyah, persoalan itu sudah dianggap selesai dengan kehadiran Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, dalam acara tabur bunga di makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan pada 1973.
“Sudah jelas tidak ada upaya untuk mengubah nama Usman dan Harun. (Hubungan) bilateral sangat baik, janganlah kemudian hal-hal seperti ini melihat kembali masa lalu yang sebenarnya kita anggap sudah selesai,” ujarnya.
Pemberian nama KRI Usman Harun untuk kapal perang Angkatan Laut Indonesia mendapat tentangan keras dari pemerintah Singapura, bahkan pemerintah Singapura sampai membatalkan undangan kepada Indonesia dalam ajang Singapore Air Show, yang akan diselenggarakan 18 Februari.
Rencananya Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam dijadwalkan akan berkunjung ke Jakarta pekan ini untuk membahas masalah tersebut.
Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang ditugaskan membom pusat keramaian di Singapura pada 1965. Tindakan itu dilakukan saat era konfrontasi Indonesia dan Malaysia, dan ketika itu Singapura merupakan wilayah bagian Malaysia.
Setelah tertangkap, keduanya kemudian dieksekusi dengan cara digantung pada 17 Oktober 1968 oleh pemerintah Singapura.
Pemerintah Singapura menilai penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Usman Harun akan melukai perasaan rakyat Singapura, khusunya keluarga korban. Mereka juga menyebut keduanya sebagai teroris.
Panglima Tentara Indonesia (TNI) Moeldoko tidak terima apabila Usman Harun dikatakan sebagai teroris karena mereka adalah aktor negara.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, TB Hasanudin, mendesak pemerintah untuk tetap mempertahankan nama KRI Usman Harun. Dia menyatakan Indonesia tidak boleh diintervensi oleh negara manapun.
“Bangsa Indonesia harus pastikan bahwa Usman dan Harus adalah pahlawan, titik. Kalau diganti berarti kita mengakui Usman dan Harun teroris. Kasihan dong, tidak ada kepastian bahwa mereka pahlawan,” ujarnya.
Sementara itu, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Marwan Adam mengatakan, kemungkinan saat ini pemerintah Singapura sedang ingin mengetes reaksi Indonesia mengingat sekarang negara itu telah banyak meminjamkan uang kepada Indonesia.
“Sekarang ini mau ngetes Indonesia, bagaimana reaksi Indonesia. Dalam hal ini mereka juga belum menyampaikan protes tertulis baru telepon antar dua orang menteri luar negeri,” ujarnya.
Staf Ahli Presiden bidang luar negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, penamaan tersebut sudah dilakukan sesuai prosedur dan beberapa penilaian. Pemerintah Indonesia, tambahnya, mempunyai otoritas dan pertimbangan matang untuk memberikan penghormatan kepada pahlawannya untuk diabadikan di sejumlah kapal perang Indonesia.
Faizasyah menambahkan ia berharap hubungan Indonesia dan Singapura yang selama ini berjalan sangat baik tidak terganggu dengan masalah ini. Sebenarnya, ujar Faizasyah, persoalan itu sudah dianggap selesai dengan kehadiran Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, dalam acara tabur bunga di makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan pada 1973.
“Sudah jelas tidak ada upaya untuk mengubah nama Usman dan Harun. (Hubungan) bilateral sangat baik, janganlah kemudian hal-hal seperti ini melihat kembali masa lalu yang sebenarnya kita anggap sudah selesai,” ujarnya.
Pemberian nama KRI Usman Harun untuk kapal perang Angkatan Laut Indonesia mendapat tentangan keras dari pemerintah Singapura, bahkan pemerintah Singapura sampai membatalkan undangan kepada Indonesia dalam ajang Singapore Air Show, yang akan diselenggarakan 18 Februari.
Rencananya Menteri Luar Negeri Singapura K. Shanmugam dijadwalkan akan berkunjung ke Jakarta pekan ini untuk membahas masalah tersebut.
Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang ditugaskan membom pusat keramaian di Singapura pada 1965. Tindakan itu dilakukan saat era konfrontasi Indonesia dan Malaysia, dan ketika itu Singapura merupakan wilayah bagian Malaysia.
Setelah tertangkap, keduanya kemudian dieksekusi dengan cara digantung pada 17 Oktober 1968 oleh pemerintah Singapura.
Pemerintah Singapura menilai penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Usman Harun akan melukai perasaan rakyat Singapura, khusunya keluarga korban. Mereka juga menyebut keduanya sebagai teroris.
Panglima Tentara Indonesia (TNI) Moeldoko tidak terima apabila Usman Harun dikatakan sebagai teroris karena mereka adalah aktor negara.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, TB Hasanudin, mendesak pemerintah untuk tetap mempertahankan nama KRI Usman Harun. Dia menyatakan Indonesia tidak boleh diintervensi oleh negara manapun.
“Bangsa Indonesia harus pastikan bahwa Usman dan Harus adalah pahlawan, titik. Kalau diganti berarti kita mengakui Usman dan Harun teroris. Kasihan dong, tidak ada kepastian bahwa mereka pahlawan,” ujarnya.
Sementara itu, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Marwan Adam mengatakan, kemungkinan saat ini pemerintah Singapura sedang ingin mengetes reaksi Indonesia mengingat sekarang negara itu telah banyak meminjamkan uang kepada Indonesia.
“Sekarang ini mau ngetes Indonesia, bagaimana reaksi Indonesia. Dalam hal ini mereka juga belum menyampaikan protes tertulis baru telepon antar dua orang menteri luar negeri,” ujarnya.