Stasiun televisi pemerintah Libya mengumumkan nama-nama enam anggota majelis nasional sementara yang terluka dalam serbuan milisi ke kantor pusat majelis. Stasiun itu menayangkan video yang menunjukkan kerusakan kecil pada ruang konferensi dan grafiti pada dinding.
Salah seorang anggota majelis, Ala'a Magarief, menggambarkan apa yang terjadi selama serangan. Magarief mengatakan 75 sampai 90 anggota dewan sedang duduk dan bersidang. Dalam hitungan detik, tiba-tiba aula itu diserbu.
Pemerintah sementara Libya mengeluarkan pernyataan dalam situs resminya bersikeras bahwa warga berhak berdemonstrasi dan melancarkan aksi pendudukan dengan damai, tetapi mereka harus menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan. Misi PBB di Libya (UNSMIS) mendesak warga Libya agar tidak menggunakan kekerasan.
Kementerian pertahanan Libya hari Senin mengatakan pihaknya menjamin keamanan parlemen" dan melindungi kantor pusatnya. Ketua sementara majelis nasional Nouri Bou Sahmein mengatakan majelis akan bertemu Senin siang, tetapi di lokasi lain. Anggota pemerintah sementara dijadwalkan melakukan sidang singkat dengan majelis, meski Perdana Menteri Ali Zeidan sedang melakukan kunjungan resmi ke Roma.
TV Al-Arabiya melaporkan, demonstran di luar kantor pusat Majelis Umum Nasional mungkin menggunakan kekerasan setelah seseorang membakar kamp aksi duduk mereka. Tayangan video amatir menunjukkan api menyala di tempat parkir di luar gedung itu dan video lain menunjukkan kendaraan yang hangus terbakar.
Ahmed al-Atrash, dosen ilmu politik dan hubungan internasional pada University of Tripoli, kepada VOA mengatakan, ia tidak memperkirakan kekerasan serius di negara itu, karena semua orang bersenjata dan tidak ada pihak yang ingin memulai konflik.
"Kekuasaan dan senjata tidak terpusat di satu tangan di Libya tetapi tersebar di mana-mana," ujarnya. "Ada semacam keseimbangan kekuasaan di Libya sekarang. Maksudnya, semua orang menyadari orang lain pun bersenjata. Itu yang saya lihat bahkan di jalan-jalan Libya. Semua orang bersenjata, tetapi tidak banyak menggunakannya, karena mereka tahu orang lain akan membalas."
Analis lain mengeluhkan ketidak-amanan di negara itu. Kepada TV Arabiya seorang analis mengatakan, rakyat Libya "sangat menginginkan perdamaian dan keamanan." "Pihak-pihak yang bersaing," ia menegaskan, "saling ancam akan membunuh, bukannya setuju untuk berkompromi."
Salah seorang anggota majelis, Ala'a Magarief, menggambarkan apa yang terjadi selama serangan. Magarief mengatakan 75 sampai 90 anggota dewan sedang duduk dan bersidang. Dalam hitungan detik, tiba-tiba aula itu diserbu.
Pemerintah sementara Libya mengeluarkan pernyataan dalam situs resminya bersikeras bahwa warga berhak berdemonstrasi dan melancarkan aksi pendudukan dengan damai, tetapi mereka harus menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan. Misi PBB di Libya (UNSMIS) mendesak warga Libya agar tidak menggunakan kekerasan.
Kementerian pertahanan Libya hari Senin mengatakan pihaknya menjamin keamanan parlemen" dan melindungi kantor pusatnya. Ketua sementara majelis nasional Nouri Bou Sahmein mengatakan majelis akan bertemu Senin siang, tetapi di lokasi lain. Anggota pemerintah sementara dijadwalkan melakukan sidang singkat dengan majelis, meski Perdana Menteri Ali Zeidan sedang melakukan kunjungan resmi ke Roma.
TV Al-Arabiya melaporkan, demonstran di luar kantor pusat Majelis Umum Nasional mungkin menggunakan kekerasan setelah seseorang membakar kamp aksi duduk mereka. Tayangan video amatir menunjukkan api menyala di tempat parkir di luar gedung itu dan video lain menunjukkan kendaraan yang hangus terbakar.
Ahmed al-Atrash, dosen ilmu politik dan hubungan internasional pada University of Tripoli, kepada VOA mengatakan, ia tidak memperkirakan kekerasan serius di negara itu, karena semua orang bersenjata dan tidak ada pihak yang ingin memulai konflik.
"Kekuasaan dan senjata tidak terpusat di satu tangan di Libya tetapi tersebar di mana-mana," ujarnya. "Ada semacam keseimbangan kekuasaan di Libya sekarang. Maksudnya, semua orang menyadari orang lain pun bersenjata. Itu yang saya lihat bahkan di jalan-jalan Libya. Semua orang bersenjata, tetapi tidak banyak menggunakannya, karena mereka tahu orang lain akan membalas."
Analis lain mengeluhkan ketidak-amanan di negara itu. Kepada TV Arabiya seorang analis mengatakan, rakyat Libya "sangat menginginkan perdamaian dan keamanan." "Pihak-pihak yang bersaing," ia menegaskan, "saling ancam akan membunuh, bukannya setuju untuk berkompromi."