Kementerian Luar Negeri hari Kamis (4/8) menggarisbawahi upaya pembebasan yang sedang dilakukan karena beberapa hari sebelumnya istri salah seorang awak kapal yang disandera Abu Sayyaf itu ditelepon kelompok Al Habsyi Misaya – salah satu faksi kelompok ekstremis tersebut untuk meminta uang tebusan.
Kelompok itu mengancam akan membunuh keempat anak buah kapal (ABK) kapal tunda Charles jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Dengan menggunakan bahasa Inggris, mereka meminta uang tebusan sebesar 250 juta peso atau sekitar 69 miliar rupiah.
Menanggapi ancaman tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam jumpa pers di kantornya Kamis (4/8) menjelaskan pemerintah tengah melakukan segala upaya dan berkoordinasi dengan beragam pihak guna menyelamatkan kesepuluh sandera itu, yang sejauh ini diketahui dalam keadaan sehat.
Demi alasan, keamanaan Arrmanatha tidak memberi rincian lebih lanjut.
"Kenapa kita tidak secara terbuka menyampaikan kepada media semua perkembangan karena kita berusaha melindungi dan menjaga keselamatan WNI ditahan. karena kita mengtetahui, apa yang disampaikan ke media di sini, itu dimonitor oleh mereka. Langkah-langkah kita selalau dimonitor," papar Arrmanatha.
Kesepuluh WNI menjadi sandera Abu Sayyaf itu terdiri dari tujuh anak buah kapal tongkang Charles 001, ditawan sejak Juni lalu, dan tiga anak buah kapal penangkap ikan LLD113/5/F, ditangkap bulan lalu.
Sebelumnya Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo pernah menilai bahwa Abu Sayyaf sengaja menarget warga negara Indonesia untuk dijadikan sandera.
"Mungkin kita terlalu persuasif, bisa jadi seperti itu. Mungkin alasan ekonomi atau alasan politik lainnya, harus kita analisa dengan benar," ujar Gatot.
Pekan ini Menteri Pertahanan dari tiga negara – yaitu Indonesia, Malaysia dan Filipina – sepakat memperketat pengamanan jalur pelayaran di Filipina Selatan dari aksi kelompok Abu Sayyaf. Ketiga menhan tersebut telah menyepakati kerangka kerja dan SOP (Prosedur Operasi Standar) sehingga bisa semakin mengamankan jalur pelayaran di Filipina Selatan.
Arrmanatha menjelaskan ada empat elemen dalam kerangka kerja dan SOP telah disepakati itu, yakni patroli terkoordinasi di koridor telah ditentukan. Kedua, kapal terdekat dari ketiga negara mana pun bisa memberi bantuan terhadap kapal tengah dalam keadaan bahaya tentu dengan izin dari negara bersangkutan.
"Ketiga terkait dengan intelligence commission sharing, jadi ketiga angkatan bersenjata akan melakukan penukaran informasi bila ada informasi-informasi bisa mencegah terjadinya piracy dan sebagainya. Keempat, meng-establish communication hotline untuk membantu memfasilitasi kerja sama mereka," tambah Arrmanatha.
Abu Sayyaf Mei lalu telah membebaskan sepuluh sandera asal Indonesia. Kelompok bersenjata ini mulai menculik warga negara asing sejak September 2014 tak lama setelah mereka berbaiat kepada pemimpin ISIS (Negara islam Irak dan Suriah) pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. [fw/em]