Berdiri sejajar sambil mengepalkan tangan, para pemimpin agama di Jawa Timur menyatakan tidak akan pernah takut menghadapi teror. Sikap tersebut disampaikan di Mapolda Jawa Timur, seusai bertemu Kapolda Irjen Pol. Machfud Arifin untuk membahas sejumlah isu.
Hadir dalam pertemuan ini wakil-wakil dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Parisada Hindu Dharma, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Muslimat NU, Lembaga Persahabatan Ormas Islam dan PBNU.
Ali Maschan Moesa, dari Forum Lintas Agama dan Etnis menyatakan kedatangan mereka untuk mengapresisasi kinerja Polri, yang dinilai telah bertindak cepat mengatasi situasi dan mengendalikan keamanan di Jawa Timur.
Tokoh NU ini juga menegaskan, organisasinya akan tetap mendampingi umat Kristen dan Katolik Jawa Timur.
"Kita mohon tidak ada trauma sosial, pada hari Minggu. Keyakinan tokoh agama Jawa Timur kalau hari minggu itu aman, semua akan berjalan baik baik saja. Kami dari NU Jawa Timur, Banser juga akan membantu sehingga dengan kerja sama internal gereja dan seluruh tempat ibadah dan Polri Jawa Timur aman," kata Ali Maschan Moesa.
Secara khusus, Ali meminta pemerintah mulai serius menggarap isu hubungan Islam dan negara, terutama di sektor pendidikan. Kurikulum agama tidak hanya bisa terus-menerus berisi ajaran internal keagamaan. Generasi muda Indonesia harus mulai dididik nasionalisme dan keagamaan sejak dini.
Dalam kesempatan yang sama, Agus Susanto, Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja Lembaga Keagamaan Kristen melaporkan kepada Kapolda adanya trauma sosial warga untuk beribadah pada hari Minggu nanti. Kondisi ini menurutnya wajar karena umat Kristiani baru saja diguncang peristiwa yang mengerikan minggu lalu. Agus Susanto menyerukan formulasi pengamanan bersama kepolisian, sementara polisi mendorong pengamanan di lingkungan internal gereja.
Secara terang-terangan Agus Susanto juga mengajak masyarakat untuk tidak mendiskreditkan pihak tertentu yang memiliki identitas serupa pelaku teror, karena justru akan menimbulkan perpecahan dan mendorong aksi teror baru dalam masyarakat.
"Yang tidak kalah pentingnya bagi kami selaku pemuka agama adalah adanya kebencian terhadap identitas-identitas tertentu. Ini menjadi pekerjaan rumah kedua pasca hari Minggu, yang harus diselesaikan pada tingkat masyarakat sehingga gelombang kebencian itu tidak menjadi gelombang teror yang baru," kata Agus Susanto.
Pendeta Sudhi Dharma yang turut serta dalam kesempatan ini juga berpesan agar umat Kristiani tetap beribadah pada hari Minggu nanti. "Kami imbau seluruh gereja di Jawa Timur untuk tetap menyelenggarakan ibadah dengan meningkatkan kewaspadaan dan kerja sama dengan aparat keamanan. Diharapkan dukungan kita, doa kita untuk Polri dan juga aparat keamanan yang lain agar bisa melaksanakan tugas yang berat ini sebaik-baiknya," pesannya.
Dalam perkembangan lainnya, hingga Rabu sore (16/5) belum satupun keluarga pelaku peledakan bom datang ke RS Bhayangkara Polda Jatim. Padahal kedatangan mereka sangat ditunggu pihak kepolisian, baik untuk keperluan identifikasi maupun tindak lanjut pengurusan jenazah. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Kombes Frans Barung Mangera.
"Kami berharap dengan sangat, ada anggota keluarga yang datang ke RS Bhayangkara. Merupakan kewajiban kami untuk menyampaikan ini. Bagaimanapun juga dari sisi kedokteran forensik, data dari keluarga sangat dibutuhkan," ujar Frans Barung.
Secara hukum, polisi wajib mengumumkan dan mengundang anggota keluarga para pelaku sebanyak tiga kali. Permintaan pada Rabu sore ini adalah yang ketiga kalinya. Jika setelah tujuh hari tidak ada anggota keluarga yang datang, maka jenazah akan dimakamkan negara.
Hingga saat ini, polisi masih menyimpan jenazah 13 pelaku teror dan korban ledakan di Rusun Wonocolo, Sidoarjo. Mereka adalah Dita Supriyanto, Puji Kuswati (istri Dita), YF, FH, FS, dan PR yang merupakan anak-anaknya. Keluarga ini adalah pelaku peledakan bom di tiga gereja di Surabaya, Minggu pagi (13/5).
Juga ada jenazah atas nama Anton Febrianto dan istrinya Puspitasari, beserta salah seorang anak mereka yang berinisial HAR, yang tewas ketika bom rakitan meledak prematur di rumah susun Wonocolo, Sidoarjo Minggu malam. Dan lainnya adalah jenazah Tri Murtono dan istrinya Tri Ernawati serta dua anak mereka MD dan SM, yang meledakkan diri di Mapolresta Surabaya hari Senin (14/5). [ns/em]