Tautan-tautan Akses

Pemimpin Hamas Salahkan Israel Atas Tidak Tercapainya Gencatan Senjata Sebelum Ramadan


Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, berbicara dalam rekaman video yang diputar dalam konferensi pers di Beirut, Lebanon, pada 28 Februari 2024. (Foto: Reuters/Mohamed Azakir)
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, berbicara dalam rekaman video yang diputar dalam konferensi pers di Beirut, Lebanon, pada 28 Februari 2024. (Foto: Reuters/Mohamed Azakir)

Pemimpin tertinggi Hamas, Ismail Haniyeh, menyalahkan Israel atas tidak tercapainya kesepakatan gencatan senjata sebelum bulan suci Ramadan, karena tidak memberikan “jaminan yang jelas” selama proses negosiasi. Sebelumnya, dunia internasional berharap kesepakatan itu akan tercapai.

“Ini artinya mereka ingin tahanan mereka kembali dan kemudian meneruskan perang terhadap rakyat kami dan wilayah kantong kami,” kata Haniyeh dalam pernyataan televisi yang disiarkan pada hari Minggu (10/3).

Haniyeh mengatakan bahwa Hamas berpegang pada lima syarat utama selama perundingan, yaitu gencatan senjata total dan diakhirinya perang, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dipulangkannya warga Gaza yang terlantar ke rumah mereka, diakhirinya pengepungan Israel dan jaminan bantuan kemanusiaan dan pembangunan kembali, serta kesepakatan pertukaran tahanan dan sandera.

“Mereka tidak membuat komitmen apa pun terkait warga yang terlunta-lunta agar dapat pulang,”kata Haniyeh, mengutip seruan mediator Qatar dan Mesir.

“Mereka membahas pengembalian bertahap tanpa tanpa rincian yang jelas.”

Pemimpin Hamas itu mengatakan bahwa kelompok militan tersebut mau melanjutkan perundingan dalam kerangka apa pun selama menjamin gencatan senjata penuh.

Ia juga menyerukan dibukanya kembali semua pintu perbatasan ke Gaza untuk memaksimalkan pengiriman bantuan ke wilayah yang dikoyak perang itu.

Haniyeh menyerukan restrukturisasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) melalui pemilu dan membentuk pemerintahan persatuan nasional dengan faksi-faksi Palestina lain untuk batas waktu tertentu dengan sebuah program politik sampai diselenggarakannya pemilihan umum, yang pada dasarnya menyatukan kembali Gaza dan wilayah pendudukan Tepi Barat.

Pernyataannya disampaikan setelah pemerintahan Otoritas Palestina dibubarkan.

Ia mengatakan, kelompoknya membawa sebuah visi politik yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas Gaza dan Tepi Barat, serta mendukung pendirian negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, “dengan hak untuk kembali dan menentukan nasib sendiri.”

Israel menyatakan perang pada 7 Oktober setelah militan Hamas membunuh sekitar 1.200 orang, yang sebagian besarnya warga sipil, dan menculik 250 sandera.

Sementara itu, kementerian kesehatan di Gaza mengatakan sedikitnya 31.045 warga Palestina tewas sejak perang pecah.

Kementerian itu tidak membedakan mana warga sipil, mana petempur dalam pendataannya, namun mengatakan bahwa dua pertiga korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Kementerian itu merupakan bagian dari pemerintahan Hamas. Sebagian besar data yang dicatat kementerian tersebut dalam perang-perang sebelumnya sesuai dengan penghitungan PBB dan pakar-pakar independen. [rd/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG