Murad Ebrahim, ketua Front Pembebasan Islam Moro (MILF), mengatakan kepada para wartawan di Kuala Lumpur hari Senin (7/3) kelompok ekstrimis itu dapat memanfaatkan kekecewaan kaum Muslim di daerah Mindanao, Filipina selatan, atas kegagalan lembaga legislative meratifikasi persetujuan perdamaian yang dicapai antara kelompoknya dan pemerintahan Presiden Benigno Aquino tahun 2014.
Persetujuan itu, yang diperantarai oleh Malaysia, hendak memberi kepada minoritas Muslim otonomi yang lebih besar di negara yang mayoritas Katholik itu sebagai imbalan pengakhiran pemberontakan 40 tahun yang telah menewaskan lebih dari 100.000 orang.
Ebrahim mengatakan MILF tidak akan meninggalkan perjuangan bersenjata akan tanah-air yang otonom, tetapi mengatakan kelompok itu tidak akan beralih ke kekerasan selama proses perdamaian mempunyai peluang untuk berhasil. [ab]