Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Selasa (27/8), bertemu dengan rekannya dari Rusia Vladimir Putin di Moskow untuk menjembatani perpecahan yang semakin tajam akibat perang di Suriah. Rusia mendukung pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad, sementara Turki mendukung beberapa kelompok pemberontak.
Laporan berita mengatakan setelah perundingan itu, kedua pemimpin berharap bisa bekerja sama untuk meredakan ketegangan di provinsi Idlib Suriah. Erdogan menyerukan diakhirinya serangan Damaskus yang didukung Rusia terhadap pemberontak di Idlib. Serangan Damaskus itu dilakukan setelah Turki dan Amerika menyetujui operasi militer ke Suriah. Pengamat memperkirakan Putin berusaha menyepelekan kesepakatan itu.
Perjanjian itu hendak menciptakan zona penyangga di Suriah untuk melindungi perbatasan Turki dari milisi Kurdi Suriah, YPG. Turki menganggap YPG sebagai organisasi teroris yang terkait dengan pemberontak di Turki. Namun YPG adalah sekutu penting Amerika dalam perang melawan kelompok teror ISIS.
Pada Senin (26/8), Erdogan mengeluarkan peringatan terselubung kepada Amerika yang mengatakan dengan atau tanpa kerja sama AS, Turki akan memasuki Suriah untuk menciptakan apa yang dikatakan Ankara "zona damai." Erdogan menyampaikan komentar itu ketika ia berbicara kepada ribuan pendukungnya di sebuah acara untuk memperingati kemenangan militer bersejarah.
"Drone dan helikopter kita telah memasuki wilayah itu. Tidak lama lagi, pasukan darat kita juga akan memasuki wilayah itu. Jika kita dihadapkan dengan upaya untuk menunda, kita akan menjalankan rencana kita sendiri," kata Erdogan.
Pejabat AS dan Turki menyusun perjanjian itu 7 Agustus lalu untuk menetapkan zona penyangga tersebut. Turki mengatakan daerah itu diperlukan untuk mengamankan perbatasannya dari YPG. Kesepakatan Agustus itu menghentikan Turki melakukan intervensi sepihak terhadap YPG.
Dukungan Washington terhadap YPG, yang diperluas hingga menyediakan senjata bagi kelompok itu, telah meracuni hubungan antara AS dan Turki, yang merupakan dua sekutu NATO. [my/pp]