Mahkamah Agung Peru pada Kamis (15/12) memerintahkan presiden tersingkir Pedro Castillo untuk tetap berada dalam tahanan selama 18 bulan lagi setelah ia ditangkap pekan lalu. Penangkapan itu telah memicu kerusuhan dengan korban tewas di negara di Amerika Selatan tersebut.
Castillo disingkirkan dari jabatannya dan ditahan setelah ia berusaha membubarkan parlemen dan mengumumkan ia akan memerintah dengan dekrit, yang oleh lawan-lawannya disebut sebagai upaya mengelak dari upaya pemakzulan di tengah beberapa penyelidikan korupsi terhadapnya.
Mantan guru sekolah yang berhaluan kiri itu dituduh melakukan pemberontakan dan persekongkolan. Ia diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun jika terbukti bersalah, kata jaksa penuntut umum Alcides Diaz.
Seorang hakim Mahkamah Agung mengabulkan permintaan para jaksa untuk tetap menahan Castillo, dengan alasan ia berisiko melarikan diri setelah mencoba meminta suaka di kedutaan besar Meksiko di Lima. Penahanan Castillo diperpanjang hingga Juni 2024.
Pencopotan Castillo dari jabatannya telah memicu protes di berbagai penjuru negara itu, dengan korban tewas telah mencapai 15 orang, kata kementerian kesehatan dan otoritas lokal. Ribuan orang berunjuk rasa setiap hari di berbagai penjuru Peru meskipun negara ditetapkan dalam keadaan darurat termasuk di ibu kota, Lima, pada hari Kamis.
Bentrokan antara militer dan para pendukung Castillo menewaskan sedikitnya tujuh orang pada hari Kamis di Ayacucho, kota di bagian selatan, kata otoritas kesehatan regional. Bentrokan di dekat bandara juga menewaskan dua orang, menurut ombudsman negara itu.
Ombudsman menyebutkan jumlah korban cedera 340 orang, sementara polisi mengatakan sedikitnya setengah dari jumlah itu adalah anggota mereka.
Para pendukung Castillo – puluhan di antaranya berkemah di luar penjara tempat ia ditahan di Ibu Kota – masih bertahan dan tidak mau tunduk.
“Saya sama sekali tidak setuju dengan sistem peradilan Peru, karena semuanya bisa dijual,” kata demonstran Rolando Arana, 38, di Lima setelah pengadilan memutuskan untuk tetap menahan Castillo. Demonstran lainnya, Lucy Carranza, 41, sebelumnya mengatakan, “Presiden telah diculik, tidak ada kata lain untuk itu.”
Pada hari Kamis, 300 orang berpawai di dekat penjara seraya meneriakkan “Bebaskan Castillo” di bawah pengawasan polisi.
Dina Boluarte, mantan wakil presiden yang segera dilantik sebagai presiden setelah Castillo ditahan, hari Rabu menetapkan negara dalam keadaan darurat selama 30 hari. Hari Kamis, ia mendesak Kongres untuk menyetujui reformasi konstitusional yang akan memungkinkannya memajukan pemilu yang dijadwalkan Juli 2026 menjadi Desember 2023.
Pemilu baru adalah salah satu tuntutan utama demonstran pro-Castillo, yang mencakup masyarakat adat dari kawasan Amazon di bagian tengah dan tenggara Peru. [uh/ab]
Forum