Pemimpin tertinggi Iran secara resmi mendukung anak didik garis kerasnya sebagai presiden negara itu berikutnya pada Selasa (3/8), hanya dua hari menjelang pelantikan Ebrahim Raisi pada waktu yang sensitif bagi Iran dan Timur Tengah yang lebih luas.
Ekonomi Iran terhuyung-huyung akibat sanksi Amerika Serikat (AS) yang telah menghancurkan ekonomi, menyebabkan jatuhnya riyal Iran dan memukul keras rakyat biasa Iran. Hal yang memperparah keputusasaan Iran adalah virus corona yang telah merebak di luar kendali. Pihak berwenang melaporkan rekor 39.000 kasus baru pada Selasa (3/8) atau hampir 2.000 lebih banyak dari hari sebelumnya.
Dalam pidatonya, Ayatollah Ali Khamenei menasihati Raisi, mantan kepala kehakiman, untuk “memberdayakan rakyat miskin di negara itu dan meningkatkan mata uang nasional.”
Keraguan tentang segera kembalinya kesepakatan nuklir Teheran 2015 yang tidak menentu, yang memberikan keringanan sanksi terhadap Iran dengan imbalan pembatasan program nuklirnya, telah semakin tidak menentu bagi pemerintahan garis keras mendatang.
Runtuhnya perjanjian nuklir setelah mantan presiden Donald Trump menarik AS dari perjanjian tiga tahun lalu menghancurkan pemerintahan Presiden Hassan Rouhani yang relatif moderat, yang popularitasnya merosot. Rouhani duduk dengan wajah kaku sepanjang upacara pengesahan presiden baru itu.
Pekan lalu, Khamenei menyampaikan teguran keras ke negara-negara Barat, dan menyalahkan penundaan dimulainya kembali perundingan pada sikap negosiasi “keras kepala" Amerika. Sambil mengulangi retorika anti-Baratnya yang biasa pada hari Selasa tentang “musuh-musuh” Iran yang berusaha mempengaruhi opini publik, Khamenei memberikan nada yang lebih lembut dalam upacara pengesahan itu. [lt/ps]