Para pekerja mulai berhenti bekerja pada dini hari Selasa karena perselisihan seputar gaji dan otomatisasi di pelabuhan. Kontrak antara pelabuhan dan Serikat Longshoremen Internasional yang beranggotakan 45 ribu orang akan berakhir tengah malam ini. Pemogokan ini berlangsung hanya beberapa minggu sebelum pemilihan presiden dan bisa berpengaruh pada hasilnya.
Boise Butler, pemimpin serikat buruh lokal, menegaskan bahwa para pekerja menuntut sebuah kontrak yang adil dan mencegah otomatisasi dari pekerjaan mereka.
Perusahaan pengapalan, menurut Butler, sudah diuntungkan miliaran dolar selama pandemi dengan mengenakan biaya tinggi. “Sekarang,” katanya, “Kami ingin mereka membayar kembali.”
US Maritime Alliance yang mewakili pihak pelabuhan mengatakan pada Senin malam, bahwa kedua pihak sudah bergeser dari tawaran dan tuntutan sebelumnya, namun kesepakatan belum tercapai.
Pakar tenaga kerja mengatakan para pekerja memiliki posisi yang kuat, dan faktor seperti inflasi sampai ke keprihatinan dengan teknologi baru telah mendorong posisi pekerja untuk menuntut lebih banyak konsesi dari pemberi pekerjaan.
Menjelang pemogokan, serikat pekerja menuntut kenaikan gaji sebesar 77 persen, dan janji bahwa pengelola pelabuhan akan mempertahankan pembatasan otomatisasi sesuai kontrak yang lama.
Senin malam, Maritime Alliance mengatakan, pihaknya telah menawarkan kenaikan gaji 50 persen dalam kurun enam tahun dan berjanji akan membatasi otomatisasi sesuai kontrak sebelumnya. Alliance juga mengatakan pihaknya melipatgandakan tiga kali kontribusi pemberi kerja pada rencana pensiun dan memperkuat opsi layanan kesehatan yang diterima pekerja.
Serikat pekerja menuntut larangan total pada otomatisasi. Tidak jelas seberapa besar perbedaan yang masih ada di antara kedua pihak. [jm/ns]
Forum