Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Amazon adalah rumah bagi komunitas-komunitas adat yang dilindungi. Mereka yang hidup di hutan itu, yang dianggap sebagai suku-suku pribumi, memanfaatkan kekayaan flora dan faunanya secara bijak.
Namun, tanah di hutan yang sebagian besar wilayahnya belum terjamah kehidupan modern ini mengandung banyak mineral berharga, termasuk emas. Walhasil, Amazon pun terancam oleh kehadiran manusia-manusia serakah yang ingin mengeruk keuntungan dari hutan itu tanpa memperhitungkan keberlanjutan lingkungannya.
Dalam beberapa puluh tahun terakhir, para penambang liar merambah hutan itu. Mereka menghancurkan habitat, meracuni sungai dan membawa penyakit yang mematikan bagi suku-suku pribumi yang hidup di dalamnya.
Menurut sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu oleh Amazon Geo-Referenced Socio-Environmental Information Network, di Amazon diperkirakan ada lebih dari 4.470 situs penambangan ilegal.
Suely Araujo, pakar kebijakan publik dari Lembaga Pengawas Iklim Brazil, Obrservatorio Climatico, mengatakan, laju kerusakan hutan di Amazon sangat mengkhawatirkan.
“Statistik menunjukkan tingkat deforestasi di Amazon sekitar 10.000 kilometer persegi per tahun. Ini berlangsung secara konsisten selama tiga tahun berturutan. Jadi dibandingkan dengan tahun 2008, atau beberapa tahun yang lalu, kita mengalami kemunduran,” jelasnya.
Pemerintah Brazil tidak mengambil tindakan yang memadai untuk mengatasi pengrusakan Amazon. Situasi bahkan memburuk setelah Jair Bolsonaro mulai menjabat sebagai presiden pada Januari 2019. Demi memuaskan para pendukungnya, ia sepertinya ingin melegalkan penambangan liar.
Bolsonaro baru-baru ini bahkan mengajukan rancangan undang-undang ke Kongres yang pada intinya ingin menuntut pembukaan sejumlah kawasan reservasi penduduk asli untuk penambangan komersial.
Gebrakan Bolsonaro itu menggembirakan para penambang emas ilegal, yang dikenal dengan sebutan garimpeiros oleh penduduk setempat.
Meski skalanya kecil, situs-situs penambangan itu sangat merusak lingkungan. Banyak pohon dan habitat terpaksa dihancurkan. Merkuri yang digunakan untuk memisahkan emas dari pasir sering bocor ke sungai. Merkuri itu memasuki rantai makanan penduduk pribumi melalui ikan dan air yang mereka konsumsi.
Araujo mengatakan, dampak lingkungan itu sulit diatasi. “Ini adalah kerusakan lingkungan akibat penambangan liar yang tidak dapat diperbaiki. Faktanya, sangat sulit bagi alam untuk memulihkannya. Bahkan dengan campur tangan manusia, merkuri yang digunakan dalam ekstraksi membawa masalah lain dalam kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di tepi sungai dan penduduk asli.”
Araujo mengajak semua pemangku kepentingan di Amazon berembuk dan mencari solusi untuk memperbaiki hutan serta menyelamatkan penduduk pribumi.
"Ini benar-benar tragedi lingkungan dan sosial, dan pertanyaannya adalah: siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang akan memberikan jawaban dalam hal pemulihan dari kerusakan lingkungan dan sosial." [ab/uh]