Sejumlah kelompok masyarakat menyerukan pemerintah untuk memasukkan unsur pendidikan penghayat kepercayaan ke dalam naskah Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang saat ini tengah digodog. Masalah itu dinilai mendesak untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mengekspresikan keyakinan dan kepercayaan melalui lembaga pendidikan yang diakomodir pemerintah.
"Memang sangat penting untuk memasukkan unsur pendidikan penghayat kepercayaan di dalam RUU Sisdiknas. Kalau kemarin dari Permendikbud, mungkin ini akan dinaikkan ke dalam suatu undang-undang," kata Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah dalam forum kamisan daring, Kamis (8/9) malam.
Pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada satuan pendidikan sebenarnya telah masuk ke dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 27 Tahun 2016. Namun masih dianggap kurang.
Pemerintah sendiri telah membuat draf RUU Sisdiknas pada tahun ini untuk menggantikan UU No 20 Tahun 2003 soal sisdiknas. Pada April, pemerintah berhasil menyelesaikan draf awal RUU tersebut, tetapi direvisi pada Agustus 2022.
Terkait dengan hal itu, Alimatul mengatakan bahwa draf RUU Sisdiknas Agustus 2022 juga tidak mengakomodir persoalan pendidikan penghayat kepercayaan. Pada Pasal 11, 15, dan 23 di draf RUU Sisdiknas Agustus 2022 tidak menyebutkan adanya pendidikan kepercayaan yang menandai kehadirannya sebagai penghargaan nondiskriminasi dan inklusif. Padahal draf RUU Sisdiknas April 2022 telah memuat unsur pendidikan penghayat kepercayaan.
"Itu juga menjadi sesuatu yang penting untuk dimasukkan tidak hanya di dalam penjelasan tapi di batang tubuh di undang-undang yang ada. Karena memang saya cermati (draf) yang terbaru kata-kata kepercayaan ada di penjelasan. Tapi tidak ada di batang tubuh di RUU Sisdiknas," jelas Alimatul.
Sementara itu, manajer program Yayasan Cahaya Guru, Muhammad Mukhlisin, mengatakan ada optimisme bahwa pendidikan penghayat kepercayaan dijelaskan di dalam draf RUU Sisdiknas April 2022. Namun, tiba-tiba di draf RUU Sisdiknas Agustus 2022 itu tidak memasukkan unsur pendidikan kepercayaan yang dimaksud.
"Memang agak mengejutkan dan ini menjadi tugas kita bersama mengawal RUU tersebut," katanya.
Mukhlisin merekomendasikan agar pendidikan agama dan kepercayaan, terutama di sekolah negeri, harus mengedepankan muatan keberagaman serta membuka ruang perjumpaan.
"Supaya tidak lagi terjadi segregasi dalam pendidikan keagamaan dan lebih membuka ruang perjumpaan untuk saling mengenal. Ini penting sekali," ujarnya.
Belum Diakomodir
Sementara itu, penghayat kepercayaan Ugamo Malim (Parmalim) sekaligus mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU), Agustino Parhorasan Damanik, menilai masih ada beberapa satuan pendidikan dan perguruan tinggi yang belum mengakomodir layanan pendidikan kepercayaan.
"Sehingga ada beberapa orang teman di satuan pendidikan dan perguruan tinggi masih sangat susah untuk mendapatkan akses pendidikan kepercayaan," ungkapnya.
Agustino pun berharap ada sejumlah hal yang perlu diakomodir untuk mengenal pendidikan kepercayaan dalam RUU Sisdiknas. Salah satunya adalah akses yang mudah untuk memperoleh pelajaran dan mata kuliah kepercayaan pada semua satuan pendidikan serta perguruan tinggi.
"Regulasi yang jelas terkait layanan pendidikan kepercayaan dalam sistem perundang-undangan. Tidak ada lagi diskriminasi terkait layanan pendidikan kepercayaan," pungkasnya. [aa/ah]
Forum