Henny Kusumawati dan suaminya Teguh Yulianto, yang sudah sepuluh tahun menetap di Atlanta, Georgia, akhir pekan lalu menghabiskan waktu di pinggir Tocoa River. Bersama puluhan warga Amerika lainnya, mereka bersantai dan sesekali bertukar sapa.
Diwawancarai VOA Rabu pagi (17/3), Henny mengatakan selama tinggal di kota itu, tidak pernah sekali pun ia merasa khawatir dengan keselamatannya. Tetapi semua berubah ketika ia mendengar kabar penembakan delapan orang di tiga spa terpisah di Atlanta Selasa sore (16/3) di mana sebagian besar korban adalah perempuan Asia.
“Saya mengetahuinya dari WhatsApp Group warga Indonesia di sini. Terus terang perasaan saya bercampur. Yang terutama rasa sedih karena sejak awal saya menginjakkan kaki di sini, semua welcome, tidak pernah ada rasisme atau peristiwa apapun. Bahkan ketika negara-negara bagian lain dilanda sentimen anti-Asia, di sini tidak terjadi apa-apa. Kok sekarang begini?,” ujarnya lirih.
Hal senada disampaikan Daniel Fu, seorang diaspora Indonesia lainnya yang tinggal di kota yang sama. “Pas kejadian itu anak saya teks menanyakan saya ada di mana. Dia bilang kalau Papa ada di luar, cepat pulang. Ada shooting rampage (penembakan membabibuta.red) di North West dan downtown, " ujar Daniel.
"Saya kaget sekali. Apalagi setelah Atlanta Journal News meminta agar warga yang tidak berkepentingan sebaiknya tinggal di rumah saja karena pelaku bersenjata dan berbahaya. Saya dan istri langsung pulang ke rumah,” imbuhnya.
Delapan orang tewas dalam insiden penembakan di tiga spa di Atlanta Selasa sore (16/3). Enam di antara korban diketahui sebagai perempuan keturunan Asia. Kepolisian Atlanta mengatakan telah menangkap tersangka pelaku, Robert Aaron Long, yang berusia 21 tahun, dan masih menyelidiki motif penembakan.
Empat Korban Tewas Keturunan Korea
Kantor berita Yonhap mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan melaporkan bahwa diplomat di Atlanta telah memperoleh kepastian dari polisi, bahwa empat di antara korban tewas adalah perempuan keturunan Korea. Ditambahkan, kantor konsulat mereka di Atlanta masih berupaya mengkonfirmasi kewarganegaraan para korban itu.
Koresponden VOA di Gedung Putih mengabarkan bahwa Presiden Joe Biden telah mendapat penjelasan melalui telepon dari Jaksa Agung Merrick Garland dan Direktur FBI Christopher Wray tentang insiden penembakan itu.
Stop AAPI Hate : Perempuan 2,3 Kali Lebih Sering Jadi Target
Insiden penembakan ini kembali menguatkan kekhawatiran meningkatnya sentimen anti-Asia di Amerika beberapa minggu terakhir ini. Stop AAPI Hate – suatu LSM yang dibentuk untuk menanggapi meningkatnya diskriminasi anti-Asia sejak bermulanya pandemi virus corona Maret 2020 lalu, menyebut penembakan di Atlanta ini sebagai “tragedi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata” dalam komunitas yang selama ini sudah mengalami begitu banyak tindakan diskriminatif.
Laporan yang baru saja dirilis Stop AAPI Hate menunjukkan peningkatan laporan sentimen anti-Asia sejak Maret 2020 hingga Februari 2021, yang jumlahnya kini mencapai 3.795 kasus. Enam puluh delapan persen kasus itu merupakan pelecehan secara verbal, namun ada pula serangan fisik dan serangan di dunia maya. Laporan itu menunjukkan perempuan 2,3 kali lebih sering menjadi sasaran dibandingkan laki-laki.
National Association for the Advancement of Colored People NAACP, suatu organisasi hak-hak sipil yang berdiri sejak tahun 1909 mengatakan “aksi penembakan ini merupakan contoh yang menjijikkan dan mengganggu tentang bagaimana penyebaran terorisme domestik dibiarkan mengoyak komunitas. Tindakan-tindakan ini merupakan manifestasi nyata ketika kata-kata kebencian melahirkan tindakan kebencian!”
Henny Kusumawati dan Daniel Fu mengatakan insiden itu membuat mereka kini menjadi lebih hati-hati dan semakin meningkatkan komunikasi dengan sesama warga Indonesia di sana.
KJRI Houston : Stay Safe dan Stay Calm
Konsul Jenderal Indonesia di Houston Andre Omer Siregar kepada VOA mengatakan telah meningkatkan komunikasi tidak saja di antara sesama kantor Konsulat Jenderal Indonesia di beberapa negara bagian lain, tetapi juga dengan diaspora Indonesia di wilayah kerja KJRI Houston dan otorita berwenang.
Ada sekitar 30.000 warga Indonesia di wilayah kerja KJRI Houston yang mencakup negara bagian Arkansas, Alabama, Florida, Georgia, Louisiana, Mississippi, New Mexico, Oklahoma, Tennessee, dan Texas. Khusus di kota Atlanta, Georgia, terdapat sekitar 3.500 warga Indonesia yang bekerja di beragam sektor.
“Hingga hari ini belum ada laporan tentang adanya warga Indonesia atau diaspora Indonesia yang menjadi korban kekerasan atau tindakan diskriminasi, yang terjadi lebih terkait isu konsuler... Namun kami tetap peka, kami meningkatkan komunikasi tidak saja dengan diaspora Indonesia tetapi juga polisi Atlanta dan pihak keamanan diplomatik untuk memantau. Saya pesan kepada masyarakat, please stay safe and please stay calm karena ini sudah semakin build up (meningkat.red), sudah terjadi sejak Maret lalu ketika pandemi merebak. Kita berharap ini bisa segera selesai dan we begin a new normal,” ujar Andre.
Hingga laporan ini disampaikan tidak ada peningkatan keamanan di kota Atlanta dan aktivitas masyarakat berjalan normal seperti biasa.
Sebelumnya KJRI New York pada tanggal 6 Maret dan disusul seminggu kemudian oleh KBRI di Washington DC telah mengeluarkan imbauan kepada warga dan diaspora Indonesia untuk hati-hati dengan keadaan sekitar seiring meningkatnya sentimen anti-Asia ini. [em/jm]