Pengadilan banding Hongaria akan membuat keputusan akhir hari Kamis (20/9) dalam kasus seorang laki-laki yang didakwa melakukan tindakan terorisme karena melemparkan batu ke arah polisi, dan berupaya memasuki negara itu secara ilegal, pada puncak krisis migran tahun 2015.
Amnesti Internasional mengatakan tindakan laki-laki itu tidak dapat ditafsirkan sebagai tindakan terorisme. Kelompok HAM itu mengatakan sidang di Budapest ini merupakan ujian besar pertama bagi sistem pengadilan negara itu sejak parlemen Eropa menjatuhkan sanksi pekan lalu terhadap negara itu karena catatan HAM-nya.
Terdakwa, yang diketahui bernama Ahmed H, tinggal di Siprus ketika didakwa melakukan pelanggaran tersebut. Pada musim panas tahun 2015 ia melakukan perjalanan ke negara Balkan itu untuk membantu kedua orang tuanya dan sejumlah anggota keluarga lain yang berupaya keluar dari Suriah. Sebagaimana ratusan ribu migran dan pengungsi lain, mereka melakukan perjalanan dari Turki menuju ke Yunani, melewati negara-negara Balkan, guna mencapai Eropa Barat.
Perjalanan mereka terhenti di perbatasan Hongaria-Serbia ketika otorita berwenang menutup pintu perbatasan. Ahmed ikut dalam aksi protes di pintu perbatasan itu.
“Ia melemparkan beberapa batu dan mendesak polisi untuk mengijinkan pengungsi dan migran yang telah berada di perbatasan untuk menyebrang ke Hongaria,” ujar Eda Seyhan di Amnesti Internasional.
Ahmed ditangkap oleh polisi Hongaria. Tahun 2016 dituntut dengan pasal terorisme dan divonis 10 tahun penjara. Ketika mengajukan banding, Ahmed kembali didakwa dengan pasal terorisme. Banding ini merupakan harapan terakhirnya untuk mengubah putusan dalam sistem pengadilan Hongaria. (em)