Aktivis mahasiswa, semua berusia 20-an, ditahan sejak akhir Juni setelah melancarkan serangkaian protes anti-pemerintah yang mengambilalih kekuasaan Mei tahun lalu.
Seruan agar para mahasiswa itu dibebaskan meningkat termasuk dari Uni Eropa dan kantor HAM PBB, serta organisasi-organisasi HAM setempat.
Persidangan hari Selasa (7/7) itu dijaga ketat tentara yang menutup jalan masuk ke pengadilan, memaksa pendukung dan wartawan berada di luar, sebagian menyanyikan lagu-lagu dan melambai-lambaikan foto-foto para aktivis.
Pengadilan militer menolak seruan polisi untuk memperpanjang masa tahanan selama 12 hari dan memerintahkan pembebasan mereka.
Tetapi pengacara yang mewakili kelompok itu mengatakan tuduhan penghasutan, dengan ancaman hukuman penjara tujuh tahun, tidak dibatalkan bersama dakwaan lain yang dihadapi kelompok itu karena melanggar perintah militer untuk tidak mengadakan pertemuan umum.
Puangthong Pawakapan, pakar politik pada Chulalongkorn University, mengatakan seruan dukungan bagi para mahasiswa yang semakin meningkat memaksa junta membebaskan kelompok itu.
"Pada awalnya, junta enggan membebaskan mahasiswa untuk sementara; tetapi, menurut saya, mereka khawatir semakin lama mereka menahan para mahasiswa, semakin banyak orang yang akan menyuarakan tentangan mereka terhadap junta," ujarnya.
Menurut Puangthong, pendukung mahasiswa mencakup orang-orang yang mendukung kudeta militer Mei tahun lalu yang menjatuhkan pemerintahan terpilih Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Tetapi, sejak kudeta Mei 2014 itu, militer semakin menciptakan iklim intimidasi yang membatasi kegiatan politik.
Dalam laporan tahunannya mengenai hak asasi baru-baru ini, Amerika mengatakan, militer telah secara drastis membungkam kebebasan berpendapat dan kebebasan pers disertai penahanan sementara lebih dari 900 orang tanpa dakwaan.
Menurut Puangthong, dukungan bagi mahasiswa muncul karena rakyat semakin frustrasi atas melemahnya kondisi ekonomi dan prospek politik yang tidak menentu.
Pengamat mengatakan ada seruan bagi pemerintah militer untuk menyelesaikan rancangan konstitusi baru diikuti referendum nasional mengenai piagam itu sebelum melaksanakan pemilu nasional.
Pemerintah menyatakan telah menyusun peta jalan menuju demokrasi dengan pemilu baru yang diharapkan akan diadakan akhir tahun 2016 atau awal 2017. *(ka/ii)