Sebuah pengadilan Turki, Jumat (17/8) menolak permohonan banding untuk membebaskan pendeta Amerika Andrew Brunson, yang penahanannya memicu perselisihan diplomatik antara Turki dan Amerika Serikat.
Pengadilan tinggi di kota Izmir mengukuhkan putusan pengadilan di tingkat lebih rendah untuk tetap membuat Brunson dalam tahanan rumah, sebut media Turki dan pengacara Brunson, Cem Halavurt. Pengadilan juga menolak upaya banding untuk mencabut larangan perjalanan bagi Brunson.
Putusan itu dikeluarkan hanya beberapa jam setelah seorang menteri Turki mengatakan negaranya akan menanggapi apabila Amerika Serikat memberlakukan sanksi-sanksi baru terkait dilanjutkannya penahanan Brunson. Pendeta Amerika itu dituduh mendukung ulama Islam yang berbasis di Amerika, Fethullah Gullen. Turki menuduh Fethullah sebagai dalang kudeta yang gagal tahun 2016.
enteri Perdagangan Ruhsar Pekcan, yang dikutip kantor berita pemerintah Anadolu mengatakan, “Kami telah menanggapinya berdasarkan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia dan kami akan terus melakukan demikian.”
Menteri Keuangan Amerika Steven Mnuchin, Kamis (16/8) mengatakan bahwa Amerika siap menerapkan lebih banyak lagi sanksi terhadap Turki jika Brunson tidak dibebaskan.
Mnuchin mengeluarkan pernyataan itu dalam rapat kabinet dengan presiden yang dihadiri para wartawan. “Kami telah memberlakukan sanksi terhadap beberapa anggota kabinet mereka,” ujar Mnuchin dan menambahkan bahwa akan ada sanksi-sanksi lagi yang rencananya diberlakukan jika Turki tidak segera membebaskan Brunson.
Awal bulan ini, Departemen Keuangan Amerika menerapkan sanksi terhadap Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri Turki sebagai tanggapan atas penahanan Brunson. Pendeta ini telah tinggal di Turki selama 20 tahun dan memimpin jemaat evangelis beranggotakan sekitar 20 orang di kota pelabuhan Izmir. Brunson dipenjarakan mulai Oktober 2016 hingga dibebaskan untuk dikenai tahanan rumah pada Juli 2018 sambil menunggu persidangannya.
Hari Rabu (15/8), Turki mengumumkan kenaikan tarif terhadap sejumlah produk impor Amerika, termasuk di antaranya mobil, minuman beralkohol, batu bara, beras dan kosmetik.
Wakil Presiden Turki Fuat Oktay menulis di Twitter bahwa kenaikan itu dilakukan “dalam kerangka prinsip resiprokal sebagai pembalasan atas serangan ekonomi yang sengaja dilancarkan Amerika Serikat.”
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Amerika melancarkan perang ekonomi terhadap negaranya, dan hari Selasa ia mengusulkan pemboikotan sejumlah produk elektronik Amerika. [uh]