Pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo berpendapat seharusnya pemerintah tidak hanya menyampaikan wacana, karena pengembangan bandara di tanah air sudah sangat mendesak.
Kepada VoA di Jakarta, Senin (5/12), Dudi Sudibyo, pengamat penerbangan yang juga penulis senior di sebuah majalah penerbangan berpendapat, pemerintah sangat lambat merespon peningkatan arus penerbangan di dalam negeri yang menurutnya sudah dapat diprediksi sejak 5 tahun lalu.
Selain itu ia menambahkan, pemerintah juga tidak tegas membatasi perkembangan properti sehingga menghambat pengembangan bandara.
“Karena kita kan sudah liat pertumbuhan lalu lintas penerbangan Indonesia sangat pesat sekali, kelihatan terus saja naik, kok diam saja, itu ya yang saya sayangkan. Pasar yang utama saya kira dalam negeri pertama, setelah itu baru keluar. Sekarang bandara Soekarno-Hatta itu sudah terulang lagi, apa yang terjadi pada Kemayoran, dikepung oleh penghunian, sudah jadi kota,” ungkap Dudi Sudibyo.
Dudi Sudibyo juga menilai untuk efisiensi waktu dan upaya agar ekonomi bergerak hingga ke daerah maka yang dibutuhkan adalah transportasi udara.
Dudi menambahkan, “Gimanapun juga Indonesia sebagai negara kepulauan, nomor satu dibutuhkan adalah transportasi udara, baru laut, baru darat, di Indonesia belum itu.”
Sebelumnya, anggota Majelis Profesi Masyarakat Transportasi Indonesia, Agus Pambagio juga menyampaikan hal sama. Berbagai kelemahan yang ada di pemerintah membuat perencanaan pengambangan bandara hanya wacana.
Ia mengatakan, “Yang menjadi persoalan adalah koordinasi disini, menteri terkait harus juga lapor pada menko, menko juga harus lapor kepada presiden, nah disini keputusannya yang tidak ada, sektornya banyak terkait, ada BPN ada disitu, pemda ada disitu, jadi memang ini memang harus ada koordinasi yang sangat kuat, karena biar bagaimanapun negara itu punya hak atas penataan dan pengelolaan.”
Menurut Kepala Humas Angkasa Pura1, Merpin Sibutar Butar, sebagai pengelola beberapa bandara yang ada di tanah air, ia berharap pemerintah mampu mewujudkan pengembangan infrastruktur yang lebih baik dan canggih agar bandara di Indonesia diakui internasional.
“Ya belum ya belum optimal karena pemerintah dalam tatanan kebandaraan internasional pemerintah semestinya membuat suatu pemetaan lokasi bandar udara yang ideal, memiliki lahan yang cukup, pengembangan bandara itu sesuai dengan permintaan petumbuhan traffic itu sendiri. Tetapi, kenyataan yang ada kan sudah sangat stuck, lokasi-lokasi bandara yang ada sekarang tetapi ketika kita mencari alternatif lahan itu sangat sulit ditemukan.”
Berulangkali pemerintah menegaskan melalui program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI pemerintah akan memperbaiki seluruh bandara yang ada dan membuat bandara baru di beberapa wilayah. Anggaran infrastruktur 2012 sebesar Rp 158 triliun diantaranya untuk membangun 14 bandara dan rehabilitasi sejumlah bandara yang sudah ada.