Para pengamat mempertanyakan klaim China bahwa kecelakaan mobil pekan lalu di Lapangan Tiananmen merupakan perbuatan kelompok separatis al-Qaida yang melakukan pemberontakan di China Baratlaut.
Dua wisatawan tewas dan puluhan lainnya terluka ketika sebuah mobil yang membawa tiga orang menerobos masuk pos keamanan dan terbakar di lapangan bersejarah di Beijing itu.
China menyebut insiden itu serangan teroris. China menuding aksi itu dilakukan Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM), sebuah kelompok Islamis yang berjuang meraih kemerdekaan di propinsi Xinjiang.
Michael Clarke, seorang pengamat Xinjiang di Griffith University, Australia, mengatakan, insiden itu mungkin bisa dipandang sebagai aksi teroris, mengingat metode kekerasan yang digunakan. Namun, katanya, kepada VOA, keamatiran para tersangka penyerang, membuat klaim pemerintah soal keterlibatan ETIM dipertanyakan.
China menyalahkan ETIM atas serangan-serangan terhadap target-target pemerintah di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir. Namun, banyak yang mempertanyakan – termasuk Clarke – seberapa luas eksistensi ETIM dalam wujud organisasi.
Banyak pengamat mengatakan, Beijing membesar-besarkan ancaman teror ETIM untuk membenarkan kebijakan-kebijakan kerasnya terhadap minoritas etnik Uighur, yang beberapa di antaranya mengeluhkan diskriminasi pemerintah terhadap agama dan budaya Islam.
Henryk Szadziewski dari organisasi yang menyebut diri mereka Proyek HAM Uighur yang berkantor pusat di Washington. Ia sepakat bahwa China dikenal sering membesar-besarkan peran ETIM di Xinjiang. Ia mengatakan, tuduhan teror seperti itu merupakan taktik politik untuk mengalihkan perhatian dari penderitaan Uighur.
Dua wisatawan tewas dan puluhan lainnya terluka ketika sebuah mobil yang membawa tiga orang menerobos masuk pos keamanan dan terbakar di lapangan bersejarah di Beijing itu.
China menyebut insiden itu serangan teroris. China menuding aksi itu dilakukan Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM), sebuah kelompok Islamis yang berjuang meraih kemerdekaan di propinsi Xinjiang.
Michael Clarke, seorang pengamat Xinjiang di Griffith University, Australia, mengatakan, insiden itu mungkin bisa dipandang sebagai aksi teroris, mengingat metode kekerasan yang digunakan. Namun, katanya, kepada VOA, keamatiran para tersangka penyerang, membuat klaim pemerintah soal keterlibatan ETIM dipertanyakan.
China menyalahkan ETIM atas serangan-serangan terhadap target-target pemerintah di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir. Namun, banyak yang mempertanyakan – termasuk Clarke – seberapa luas eksistensi ETIM dalam wujud organisasi.
Banyak pengamat mengatakan, Beijing membesar-besarkan ancaman teror ETIM untuk membenarkan kebijakan-kebijakan kerasnya terhadap minoritas etnik Uighur, yang beberapa di antaranya mengeluhkan diskriminasi pemerintah terhadap agama dan budaya Islam.
Henryk Szadziewski dari organisasi yang menyebut diri mereka Proyek HAM Uighur yang berkantor pusat di Washington. Ia sepakat bahwa China dikenal sering membesar-besarkan peran ETIM di Xinjiang. Ia mengatakan, tuduhan teror seperti itu merupakan taktik politik untuk mengalihkan perhatian dari penderitaan Uighur.