JAKARTA —
Pengamat psikologi massa dan sosial dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jamaludin Ancok, kepada VOA di Jakarta, Rabu (1/1), mengatakan sebenarnya Indonesia belum siap memberlakukan otonomi daerah. Ia menilai berbagai kerusuhan yang selama ini terjadi di daerah karena otonomi daerah tidak dijalankan dengan benar.
“Karena ini kan pemerintahan (tiruan) model Amerika, jadi melihat Amerika itu bagus sebagai negara kesatuan tapi (mereka) konseptornya orang Indonesia lupa kalau sejarah Amerika itu beda dengan sejarah Indonesia. Budayanya beda, oleh karena itu begitu dibuat otonomi daerah itu otomatis timbul semangat kedaerahannya. Orangnya belum siap demokrasi ya otomatis ini akan ribut terus, bentrokan antar wilayah, bentrokan antar partai politik,” kata Jamaludin Ancok
Lebih lanjut Jamaludin Ancok mengatakan selama pemerintah masih mempolitisasi anggaran negara, kerusuhan di daerah masih akan terjadi. “Sebenarnya yang diperlukan bukan otonomi daerah tetapi politik anggaran yang lebih mementingkan daerah yang banyak katakanlah kontribusinya kepada negara dari segi PDB-nya harusnya kan mereka banyak dapat, kayak Papua. Tapi itu dibangun dulu, biar ada pemerintah pusat yang berkuasa juga karena belum bisa dilepas seperti itu. Itu idealnya. Jadi masalah keadilan dalam pembagian anggaran nggak perlu banyak ke Jawanya,” kata Jamaludin Ancok.
Sementara menurut Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch atau ICW, seperti halnya terjadi pada tahun 2012, tahun ini pemerintah masih belum serius memberantas tindak pidana korupsi sehingga akan menganggu anggaran negara karena praktek
korupsi berasal dari anggaran negara.
“Pemerintah masih tidak sepenuh hati mendukung upaya pemberantasan korupsi. (Hal ini) bisa dilihat dari beberapa indikator, misalnya soal masih banyak pelaku korupsi yang sudah dihukum oleh pengadilan tapi masih banyak juga yang belum dieksekusi, dan kemudian bicara soal dukungan terhadap institusi KPK," kata Febri Diansyah. "Kita lihat respon yang dilakukan oleh presiden khususnya untuk mendukung KPK lambat, dan kemudian upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan dan kepolisian masih jauh dari yang diharapkan, saya tidak mendengar banyak kasus-kasus besar yang berhasil ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan,” lanjutnya.
Febri Diansyah mengingatkan, kemungkinan besar anggaran negara tahun ini rentan disalahgunakan berbagai pihak termasuk pemerintah untuk kepentingan politik. “2013 saya pikir akan banyak tantangan yang cukup signifikan, akan muncul orang-orang nekat di 2013, politisi yang akan melakukan praktek korupsi karena mereka butuh dana politik 2014,” tambah Febri Diansyah.
Banyak hal terkait ekonomi dan politik harus diubah. Jika tidak, menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago, anggaran negara akan terus disalahgunakan untuk kepentingan politik. Ia berharap mendekati tahun 2014, masyarakat harus lebih kritis terhadap kinerja pemerintah dan DPR.
“Ada yang buat pribadi, ada juga yang pesanan dari partai, atau menjawab kebutuhan partai, partai yang harus dibantu, disumbang. Jadi partai secara tidak langsung mendorong orang-orangnya untuk melakukan pemerasan kepada anggaran, kuncinya kalau saya lihat ya transparansi,” demikian ungkap Andrianov Chaniago.
“Karena ini kan pemerintahan (tiruan) model Amerika, jadi melihat Amerika itu bagus sebagai negara kesatuan tapi (mereka) konseptornya orang Indonesia lupa kalau sejarah Amerika itu beda dengan sejarah Indonesia. Budayanya beda, oleh karena itu begitu dibuat otonomi daerah itu otomatis timbul semangat kedaerahannya. Orangnya belum siap demokrasi ya otomatis ini akan ribut terus, bentrokan antar wilayah, bentrokan antar partai politik,” kata Jamaludin Ancok
Lebih lanjut Jamaludin Ancok mengatakan selama pemerintah masih mempolitisasi anggaran negara, kerusuhan di daerah masih akan terjadi. “Sebenarnya yang diperlukan bukan otonomi daerah tetapi politik anggaran yang lebih mementingkan daerah yang banyak katakanlah kontribusinya kepada negara dari segi PDB-nya harusnya kan mereka banyak dapat, kayak Papua. Tapi itu dibangun dulu, biar ada pemerintah pusat yang berkuasa juga karena belum bisa dilepas seperti itu. Itu idealnya. Jadi masalah keadilan dalam pembagian anggaran nggak perlu banyak ke Jawanya,” kata Jamaludin Ancok.
Sementara menurut Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch atau ICW, seperti halnya terjadi pada tahun 2012, tahun ini pemerintah masih belum serius memberantas tindak pidana korupsi sehingga akan menganggu anggaran negara karena praktek
korupsi berasal dari anggaran negara.
“Pemerintah masih tidak sepenuh hati mendukung upaya pemberantasan korupsi. (Hal ini) bisa dilihat dari beberapa indikator, misalnya soal masih banyak pelaku korupsi yang sudah dihukum oleh pengadilan tapi masih banyak juga yang belum dieksekusi, dan kemudian bicara soal dukungan terhadap institusi KPK," kata Febri Diansyah. "Kita lihat respon yang dilakukan oleh presiden khususnya untuk mendukung KPK lambat, dan kemudian upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh kejaksaan dan kepolisian masih jauh dari yang diharapkan, saya tidak mendengar banyak kasus-kasus besar yang berhasil ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan,” lanjutnya.
Febri Diansyah mengingatkan, kemungkinan besar anggaran negara tahun ini rentan disalahgunakan berbagai pihak termasuk pemerintah untuk kepentingan politik. “2013 saya pikir akan banyak tantangan yang cukup signifikan, akan muncul orang-orang nekat di 2013, politisi yang akan melakukan praktek korupsi karena mereka butuh dana politik 2014,” tambah Febri Diansyah.
Banyak hal terkait ekonomi dan politik harus diubah. Jika tidak, menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago, anggaran negara akan terus disalahgunakan untuk kepentingan politik. Ia berharap mendekati tahun 2014, masyarakat harus lebih kritis terhadap kinerja pemerintah dan DPR.
“Ada yang buat pribadi, ada juga yang pesanan dari partai, atau menjawab kebutuhan partai, partai yang harus dibantu, disumbang. Jadi partai secara tidak langsung mendorong orang-orangnya untuk melakukan pemerasan kepada anggaran, kuncinya kalau saya lihat ya transparansi,” demikian ungkap Andrianov Chaniago.