YOGYAKARTA —
Bambu merupakan tanaman strategis yang berguna sebagai bahan baku industri - mulai dari makanan, mebel, bahan bangunan , bahan pembuat kertas, serta tekstil dan limbahnya masih bisa diolah sebagai bahan energi alternatif.
Namun, sebagian besar pembuat kerajinan di Yogyakarta saat ini mulai kekurangan bahan baku bambu, sedangkan pembuat instrumen musik angklung Ujo di Jawa Barat juga akan berhenti berproduksi dua tahun lagi jika tidak ada tambahan pasokan bahan baku berupa bambu. Sementara angklung sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Dibandingkan Tiongkok yg dikenal sebagai Negara Tirai Bambu, mereka saat ini memiliki 15 juta hektar tanaman bambu yang menghasilkan devisa senilai 110-triliun rupiah per-tahun. Indonesia sejak tahun 2004 sudah berhenti mengekspor bambu.
Salah satu penggiat bambu, Retno Widiastuti, yang juga peneliti bambu pada Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta mengatakan, selain multi-fungsi, tanaman bambu juga baik untuk menyelamatkan lingkungan.
"Banyak sekali rakyat kita yang mengembangkan usaha di sektor bambu. Bambu sangat ramah lingkungan karena menghasilkan oksigen tetapi menyerap karbon-monoksida yang lebih banyak. Kemudian akar-akarnya yang kompak mampu menahan erosi yang kini terjadi di banyak daerah,” kata Retno Widiastuti.
Menanggapi usulan penggiat bambu Yogyakarta, direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Haryadi Himawan mencanangkan Yogyakarta bersama empat propinsi lainnya yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Bali dan Lampung dijadikan daerah perintis untuk memulai penanaman bambu secara luas.
“Yogya menjadi pengungkit gerakan yang pertama dan nanti kami akan kembangkan ke kota-kota lain. Gerakan bambu secara nasional itu bisa terwujud dalam bentuk penanaman maupun penataan di sektor hilir. Dari lima daerah ini kita akan kembangkan menjadi sentra-sentra bambu dan cluster-cluster bambu’," kata Haryadi Himawan.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki hutan seluas 18-ribu hektar, saat ini baru 220 hektar yang ditanami tanaman bambu baru. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu-Opak dan Progo, Kukuh Sutoto menawarkan untuk secepatnya melakukan penanaman seribu hektar bambu, termasuk di daerah Aliran sungai sepanjang 60 kilometer yang ada di wilayah Yogyakarta .
“Satu hektar empat-ratus rumpun (bambu), satu rumpun apabila sudah berproduksi rata-rata lima batang. Kalau lima batang ketemu empat-ratus ketemu 2000 batang. Seandainya dinilai yang murah saja Rp 20.000, katakanlah. Seandainya Yogya bisa mencapai satu juta hektar dibagi empat kabupaten, kita akan menerima devisa Rp 400 triliun devisanya,” ungkap Kukuh Sutoto.
Selama ini tanaman bambu kurang dibudidayakan sebagai akibat modernisasi wilayah pedesaan. Banyak warga masyarakat bahkan para birokrat salah persepsi dalam menilai bambu, mereka menganggap bambu kurang modern dan merepresentasikan kemiskinan.
Namun, sebagian besar pembuat kerajinan di Yogyakarta saat ini mulai kekurangan bahan baku bambu, sedangkan pembuat instrumen musik angklung Ujo di Jawa Barat juga akan berhenti berproduksi dua tahun lagi jika tidak ada tambahan pasokan bahan baku berupa bambu. Sementara angklung sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Dibandingkan Tiongkok yg dikenal sebagai Negara Tirai Bambu, mereka saat ini memiliki 15 juta hektar tanaman bambu yang menghasilkan devisa senilai 110-triliun rupiah per-tahun. Indonesia sejak tahun 2004 sudah berhenti mengekspor bambu.
Salah satu penggiat bambu, Retno Widiastuti, yang juga peneliti bambu pada Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta mengatakan, selain multi-fungsi, tanaman bambu juga baik untuk menyelamatkan lingkungan.
"Banyak sekali rakyat kita yang mengembangkan usaha di sektor bambu. Bambu sangat ramah lingkungan karena menghasilkan oksigen tetapi menyerap karbon-monoksida yang lebih banyak. Kemudian akar-akarnya yang kompak mampu menahan erosi yang kini terjadi di banyak daerah,” kata Retno Widiastuti.
Menanggapi usulan penggiat bambu Yogyakarta, direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Haryadi Himawan mencanangkan Yogyakarta bersama empat propinsi lainnya yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Bali dan Lampung dijadikan daerah perintis untuk memulai penanaman bambu secara luas.
“Yogya menjadi pengungkit gerakan yang pertama dan nanti kami akan kembangkan ke kota-kota lain. Gerakan bambu secara nasional itu bisa terwujud dalam bentuk penanaman maupun penataan di sektor hilir. Dari lima daerah ini kita akan kembangkan menjadi sentra-sentra bambu dan cluster-cluster bambu’," kata Haryadi Himawan.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki hutan seluas 18-ribu hektar, saat ini baru 220 hektar yang ditanami tanaman bambu baru. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu-Opak dan Progo, Kukuh Sutoto menawarkan untuk secepatnya melakukan penanaman seribu hektar bambu, termasuk di daerah Aliran sungai sepanjang 60 kilometer yang ada di wilayah Yogyakarta .
“Satu hektar empat-ratus rumpun (bambu), satu rumpun apabila sudah berproduksi rata-rata lima batang. Kalau lima batang ketemu empat-ratus ketemu 2000 batang. Seandainya dinilai yang murah saja Rp 20.000, katakanlah. Seandainya Yogya bisa mencapai satu juta hektar dibagi empat kabupaten, kita akan menerima devisa Rp 400 triliun devisanya,” ungkap Kukuh Sutoto.
Selama ini tanaman bambu kurang dibudidayakan sebagai akibat modernisasi wilayah pedesaan. Banyak warga masyarakat bahkan para birokrat salah persepsi dalam menilai bambu, mereka menganggap bambu kurang modern dan merepresentasikan kemiskinan.