Benazir Akhtari, usia tujuh belas tahun, sedang mengajar anak-anak di tenda pinggir jalan di Islamabad, Pakistan. Anak-anak itu seperti dirinya, tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal.
“Saya datang ke Pakistan dengan penuh harapan, berpikir bahwa saya akan melanjutkan pendidikan di sini. Selama enam bulan, saya mengetuk pintu setiap sekolah. Tidak ada yang mau menerima saya karena saya tidak punya kartu bukti pendaftaran atau POR,” ungkapnya.
Akhtari hanyalah seorang dari sekitar 250.000 warga Afghanistan yang melarikan diri ke Pakistan tahun lalu.
Begitu tiba di negara itu, pengungsi Afghanistan dapat menerima bukti POR, yang memungkinkan mereka tinggal di Pakistan secara sah. Kartu tersebut dikeluarkan oleh pemerintah Pakistan yang bekerja sama dengan badan Pengungsi PBB atau UNHCR.
Karena begitu banyak pengungsi yang membutuhkan kartu itu, maka waktu untuk menunggu bisa berlangsung selama satu tahun atau lebih. Itu berarti membuat hidup menjadi sangat sulit.
Bahkan sebelum pengambilalihan Taliban, hampir 3 juta pengungsi Afghanistan tinggal di Pakistan. Banyak dari mereka tiba pada 1980-an, selama 10 tahun perang Afghanistan antara Uni Soviet dan pejuang agama Afghanistan yang dikenal sebagai Mujahidin. Bahkan sebagian pengungsi itu dari beberapa dasawarsa lalu tidak memiliki status sebagai pengungsi resmi.
Banyak pengungsi yang baru tiba mengatakan, mereka ingin pindah ke negara lain, kebanyakan ke Eropa atau Amerika Utara.
Pejabat di UNHCR mengatakan, menerbitkan kartu itu membutuhkan waktu dan usaha. Juru bicara UNHCR, Qaiser Khan Afridi mengatakan, “Kalau orang datang dalam jumlah yang sangat besar, menjadi sangat sulit untuk memrosesnya. Kami telah meningkatkan kapasitas kami. Tetapi kami harus mewawancarai dan menyaring mereka dengan benar, jadi perlu waktu.”
Sedangkan tanpa kartu, para pengungsi tidak dapat mengakses bahkan kebutuhan yang paling mendasar, seperti perawatan kesehatan. [ps/lt]
Forum