"Setiap minggu ada protes terhadap kami," kata Shiraz, seorang pengungsi Suriah berusia 21 tahun, yang duduk bersama keluarganya di sebuah kios restoran yang gemerlapan di Dresden. "Tapi kami belum pernah diserang secara fisik", tambahnya.
Shiraz berhenti sejenak, mengingat-ingat demonstrasi terakhir di kamp tempat ia tinggal, sekitar satu setengah jam di luar kota. "Yah, tidak setiap minggu," ia menambahkan , "tetapi protes di kota di dekatnya pasti setiap minggu."
Selama demonstrasi, para pengungsi tetap bersembunyi di dalam kamp, sebuah hotel yang diubah menjadi tempat pengungsi dikelilingi pagar dan penjaga.
Meskipun mereka waspada, polisi Jerman mengatakan terjadi lebih dari 550 serangan terhadap tempat tinggal pengungsi tahun ini, termasuk pembakaran, penembakan dan lemparan granat. Di Dresden, di mana terjadi protes anti-imigran yang berubah menjadi kekerasan, pengungsi mengatakan serangan langsung jarang terjadi, namun pandangan menghina dan komentar rasis tampak dan terdengar tiap hari.
Pada tahun 2015, tahun di mana lebih dari satu juta pengungsi datang ke Jerman, ada sekitar 1.000 serangan, lima kali lebih banyak dari tahun sebelumnya. Sejak itu, partai-partai politik dan kelompok ekstrim kanan telah berkembang, dan kemarahan terhadap imigran tidak tampak mereda.
Ketika ia sedang menunggu kereta api dua bulan yang lalu, Fakhry, sopir taksi warga Suriah di Dresden, ditendang lututnya. Orang yang menendangnya minum bir dengan tenangnya sementara Fakhry lari.
Kelompok anti-imigran di Jerman bukan anggota partai Nazi yang dinyatakan ilegal sejak Perang Dunia II, namun aktivis sering menyebut mereka seperti itu. [ps/ii]