Seorang pengusaha Nigeria mengubah sampah plastik menjadi jas hujan, tas sekolah, pelindung atap mobil dan sepatu. Dia mengatakan hal ini ia lakukan sebagai sumbangannya untuk melawan polusi dan mempromosikan daur ulang sementara menonjolkan sebuah mode baru yang diaplikasikan. Tetapi tidak semua orang dapat menerima hal itu sebagai sebuah mode. Reporter VOA Mariama Diallo menyiapkan laporan berikut.
Pengusaha Nigeria, Olayemi Samson, sedang mengerjakan pakaian yang dibuat dari limbah yang didaur ulang untuk menambah koleksinya. Sementara seorang bocah laki-laki memperagakan produk yang sudah jadi, sebuah mantel hujan terbuat dari bahan plastik, Samson mengatakan ini merupakan salah satu cara bagi dia untuk melawan polusi.
"Saya memahami bahwa setiap hari lebih dari 27 juta kantong plastik berisi limbah air berserakan di jalan. Jadi, saya mulai bertanya pada diri sendiri bahwa sampah ini, memerlukan waktu 20 hingga 30 tahun sebelum membusuk dan kemana nanti tujuan akhir sampah ini?," kata Olayemi.
Ketika itulah terpikir oleh Olayemi tentang cara mengubah problem lingkungan ini menjadi sesuatu yang bermanfaat. Pertama, ia pergi ke tempat pembuangan sampah untuk memungut beberapa kantongan air itu, kemudian mencuci dan mensterilkannya sebelum ia menerapkan keterampilannya dalam mengubah kantong-kantong plastik itu menjadi tas sekolah, topi untuk mandi dan bahkan pelindung atap mobil supaya terhindar dari sinar matahari.
"Beberapa orang semula sangat skeptis akan hal ini. Jadi, ketika orang-orang mulai memakai tas sekolah, dan mantel hujan itu. Barang itu menjadi favorit. Mereka tertanya-tanya apa yang membuat adanya kreatifitas untuk menjadikan sampah ini digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat,” kata Olayemi Samson.
Namun tidak semua orang antusias dengan gagasan menggunakan-ulang kantong-kantong plastik sebagai pakaian. Contohnya: Emmanuel Itiniyi seorang warga Lagos.
"Tidak, saya tidak bisa menggunakannya karena kantong plastik air ini kotor. Itu tidak baik. Ini adalah suatu produk dari sampah. Saya tidak akan membiarkan anak saya memakainya sebagai pakaian atau tas untuk ke sekolah. Ini tidak masuk akal," kata Emmanuel Itiniyi.
Victor Anyaese juga warga Lagos berbeda pendapat.
"Ya, saya bisa menggunakannya karena setelah melihat gambarnya tampak bagus, tapi itu tergantung pada kemana saya akan bepergian, saya bisa memakainya di tempat-tempat bersantai, namun kalau untuk menghadiri pertemuan, undangan dan hal-hal serius saya tidak akan memakainya."
Menurut laporan Bank Dunia tahun 2011, di Lagos 9.000 ton sampah menumpuk setiap hari. Samson, yang bisnisnya belum berlaba, mengatakan ia berharap dapat menjadi inspirasi bagi kaum muda dan mereka yang berwenang dalam urusan melindungi lingkungan hidup. [mg/is]