Selama lebih dari empat dekade, penulis novel, Dan Hurley menulis cerita sepanjang 60 detik mengenai warga kota New York yang ia temui di jalan. Tetapi, selain menghibur warga yang lalu lalang lewat bakat sastranya, Hurley juga adalah seorang penulis karya ilmiah yang pernah memenangkan penghargaan.
"Anda siap dengan cerita Anda?"
Itulah kalimat yang diucapkan oleh Dan Hurley, penulis yang sudah berkarya selama 40 tahun. Pada tahun 1980an ia menciptakan genre yang ia beri judul “60-second novels,” cerita berdurasi 1 menit atau 60 detik, mengenai orang-orang yang ia temui di jalanan kota Chicago dan kemudian New York.
"Kebanyakan orang yang saya temui selalu buru-buru dan seperti tenggelam dalam pikiran mereka. (Yang saya lakukan), seperti Zen, yang fokus pada keharmonisan tubuh dan pikiran manusia. Ayo bangun dan bermain," ujar novelis Dan Hurley, kepada VOA.
Hurley mengira bahwa novel 60 detiknya akan menjadi proyek jangka pendek, namun ternyata permainan yang menyenangkan ini menjadi sebuah panggilan dalam hidupnya.
Tepatnya pada bulan April tahun 1983, Hurley membawa mesin ketiknya ke jalanan Michigan Avenue di kota Chicago. Awalnya ia merasa bahwa apa yang ia lakukan merupakan sebuah kesalahan besar. Ia bahkan merasa malu dan gelisah.
Ia lalu memasang spanduk kecil bertuliskan “60 Second Novel” atau Novel 60 detik. Ia lalu menawarkan ke warga yang lalu lalang dan berkata, ‘apakah Anda mau saya tuliskan cerita?’ Awalnya semua orang mengabaikannya.
Akhirnya ada seorang perempuan lanjut usia yang menghampirinya dan bertanya, “Anda sedang apa?” Lalu ia menjawab, “Saya akan menulis cerita.” Ia lalu berbincang dengan perempuan itu selama satu menit dan menulis beberapa kalimat.
Setelah selesai, ia menarik kertas dari mesin ketiknya dan melihat 20 orang mengelilinginya. Ia lalu membacakan cerita 60 detik itu kepada si perempuan tadi dan semua orang bertepuk tangan.
Hari itu Hurley berhasil mengumpulkan uang sebanyak 50 dolar. Ia lalu menyadari bahwa ide kecil untuk mengisi waktu sorenya ini memiliki potensi yang lebih besar.
Berasal dari kota New York, Hurley lalu terbang ke kota yang dijuluki “the Big Apple” ini di satu akhir pekan. Dan di akhir pertamanya di kota itu, ia berhasil mengumpulkan sekitar 500 dolar Amerika. Keputusannya untuk meninggalkan pekerjaan dan pindah ke kota New York sangat mudah. Dan Hurley pun tidak pernah menyesalinya.
"Kadang saya merasa seperti orang gila," katanya sambil tertawa.
"Tapi saya telah melakukan pekerjaan ini selama 38 tahun. Saya memakai jas, dasi kupu-kupu, dan topi berwarna kuning. Orang-orang mengira mungkin, 'dia adalah seorang penampil! Apa yang dia lakukan ya?'" ujar Dan Hurley.
Hasil karyanya mungkin terlihat mudah digarap. Ia berbincang dengan orang selama satu menit dan mengulik hal-hal terpenting mengenai orang tersebut. Selanjutnya, ia mulai mengetik sebuah cerita. Ia tidak menulis cerita ini untuk dipertunjukan kepada banyak orang, namun hanya untuk satu orang tertentu. Ia mengatakan tidak ada yang pernah melakukan hal seperti apa yang ia lakukan.
"Sebagian orang merasa kesepian. Saya bertemu dengan orang-orang yang merasa kalau saya adalah orang pertama yang melakukan percakapan yang dalam dengan mereka. Ada orang-orang yang bercerita tentang perceraian, kesehatan mental. Saya selalu terbuka, saya tidak pernah menghakimi mereka. Orang-orang boleh bercerita tentang hal-hal yang aneh, saya tidak menghakimi mereka. Saya ada di sini untuk menulis cerita tentang mereka," kata Dan Hurley.
Setelah empat tahun menulis cerita di jalanan, Hurley menjadi terkenal. Ketenarannya pun mendatangkan tawaran bisnis dan berbagai kesempatan. Ia diundang ke banyak pesta dan acara besar. Ia juga mulai mendapat bayaran yang besar dan bisa membeli rumah.
Namun, alih-alih merasa bahagia dengan pencapaiannya, ia malah merasa seperti boneka puppet. Ia merindukan perbincangannya dengan para pejalan kaki dan rindu berkenalan dengan orang-orang baru. Pekerjaan yang ia lakukan di jalanan adalah dunia yang ia ciptakan. Menurutnya orang-orang menyukai ide dimana ada orang yang mau mendengarkan mereka.
Dan Hurley percaya bahwa setiap orang memiliki kisah yang layak untuk diceritakan. [di/jm]